PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN

Minggu, 27 Maret 2011

Sholat



Jika kita mendengar kata “Sholat” maka kita akan langsung mengidentikkan kata ini dengan kaum Muslim. Namun ternyata kata ini sudah dipakai jauh sebelum zaman Islam oleh orang Kristen dengan memakainya dalam bentuk Aram tselota.

Sholat Kristen bukannya lima waktu tetapi tujuh. Soal waktu-waktunya memang sama dengan Islam (Subuh, Dhuhr, ‘Asyar, Maghrib dan Isya’). Dan dua sisanya sejajar dengan salat sunnah Dhuha’ dan Tahajjud.

Meskipun demikian,istilah untuk waktu-waktu salat tersebut berbeda, dan waktu-waktu doa ini mempunyai makna teologis terkait dengan jam-jam sengsara Kristus (Thariq al-Alam) sebagai berikut:

1. “Salat jam pertama” (Shalat as-Saat al-Awwal), kira-kira jam 6 pagi pada waktu kita, untuk mengenang saat Kebangkitan Kristus dari kematian (Mrk 16:2).

2. “Salat jam ketiga” (Shalat as-Saat ats Tsalitsah), kira-kira jam 9 pagi, yaitu waktu pengadilan Kristus dan turunnya Roh Kudus (Mrk 15:25, Kis 2:15).

3. “Salat jam ke enam” (Shalat as-Saat as-Sadisah) kira-kira jam 12 siang yaitu waktu penyaliban Kristus (Mrk 15:33, Kis 3:30).

4. “Salat jam ke sembilan” (Shalat as-Saat at Tasiah), kira-kira jam 3 petang, untuk mengenang kematian Kristus (Mrk 15:33,38; Kis 3:1).

5. Salat Terbenamnya Matahari” (Shalat al-Ghurib) yaitu waktu penguburan jasad Kristus (Mrk 15:42).

6. “Salat waktu tidur” (Shalat al-Naum) untuk mengenang terbaringnya tubuh Kristus.

7. “Salat Tengah Malam” (Shalat as-Satar atau Shalat Nishfu al-Layl) adalah jam berjaga-jaga akan kedatangan Kristus yang kedua (Why 3:3).

Salat Tujuh Waktu (As-Sab’u Shalawat) ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam. Mengapa? Karena praktek doa ini, khususnya seperti yang dipelihara di biara-biara, sudah ada sebelum zaman Islam. Kanonisasi waktu-waktu shalat (Shalat al-Fardhiyah) sudah mulai dilakukan dalam sebuah dokumen gereja kuno berjudul Al-Dasquliyyat atau Ta alim ar-Rusul yang editing terdininya dikerjakan oleh st. Hypolitus tahun 215 M.

sumber: Jangan sebut saudaramu Kafir! oleh Bambang Noorsena, 2006, Malang: ISCS

Tidak ada komentar: