PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN

Selasa, 07 Juni 2011

APA ALLAH TRITUNGGAL...? APA BENAR ORANG KRISTEN MENYEMBAH 3 ALLAH ?

“ Sebab ada tiga yang memberi kesaksian [di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.” ( 1 Yohanes 5:7)


Salah satu keunikan Kekristenan adalah kepercayaan terhadap Allah Tritunggal, yang tidak ada pada agama-agama lain. Doktrin yang begitu jelas diajarkan dalam Alkitab ini selalu menjadi kesulitan yang besar bagi orang Kristen maupun bukan Kristen. Memang secara terminologi istilah ini tidak muncul dalam Alkitab. Namun seluruh Alkitab mengandung ajaran yang penting ini.Melalui penganiayaan dan tantangan dari ajaran, baik filsafat maupun bidat-bidat, mengakibatkan selama beratus-ratus tahun gereja abad permulaan menginstropeksi ke dalam iman yang sudah dimiliki sehingga menemukan pengertian Allah Tritunggal yang sedalam-dalamnya. Doktrin ini sudah diteguhkan pada jaman Agustinus untuk menjadi dasar pengajaran gereja segala abad.
Agama Kristen mempunyai konsep Tritunggal yang tidak dimiliki oleh agama lain. Agama Hindu mempunyai 3 (tiga) ilah yang paling tinggi, yaitu : Brahma, Wisnu dan Syiwa. Tetapi konsep ini sama sekali berbeda dari konsep Tritunggal Kristen.Kekristenan bukan percaya kepada 3 Allah, melainkan kepada satu Allah (esa) yang mempunyai 3 pribadi. Ketiga oknum Allah dalam Allah Tritunggal tidak dicipta. Ketiganya berada dari kekal sampai kekal.Kristus selaku Oknum Kedua Allah Tritunggal, tidak lebih rendah dari Allah Bapa yang adalah Oknum Pertama Allah Tritunggal. Roh Kudus, bukanlah suatu Kuasa atau Hukum Alam yang dipakai oleh Allah di dalam segala karya-Nya, melainkan Diri Allah itu sendiri, yaitu Allah Oknum Ketiga. Kristus bukanlah sebutan bagi Allah Oknum Pertama pada saat datang kedunia, sehingga Ia menjadi Oknum Kedua. Juga salah jika kita mengerti bahwa setelah Kristus kembali ke surga, Ia turun lagi ke dunia sebagai Oknum Ketiga, yaitu Roh Kudus. Roh Kudus bukanlah Kristus, dan Kristus bukanlah Allah Bapa.Allah Tritunggal merupakan doktrin, ajaran yang sedemikian unik di dalam Kekristenan. Doktrin ini merupakan suatu konsep yang tidak ada pada agama-agama lain, bukan suatu konsep yang ditarik sebagai kesimpulan dari hasil pikiran manusia melalui kemampuann rasio yang diciptakan oleh Allah, tetapi hal ini adalah suatu konsep yang tidak dapat dihindari oleh manusia karena Allah telah demikian menyatakan Diri, memperkenalkan Diri-Nya kepada manusia.
Allah yang benar adalah Allah yang tidak terbatas, Allah yang melampaui segala sesuatu, Allah Yang Esa, Allah yang tidak ada bandingnya, dan Allah yang menyatakan diri sebagai Allah Tritunggal. Istilah Tritunggal memang tidak ada di dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Prjanjian Baru. Yang tidak muncul di dalam Alkitab secara istilah bukan berarti bukan konsep Alkitab. Sebaliknya, istilah yang muncul di dalam Alkitab jika ditafsir secara keliru menjadi bukan kebenaran Firman Tuhan. Faktanya, konsep atau doktrin Tritunggal ini terus-menerus muncul di dalam Alkitab.
Tritunggal berarti Tiga Pribadi di dalam Satu Allah, atau di dalam satu esensi diri Allah, ada 3 Pribadi. Sebelum abad pertengahan, gereja di Timur (Yunani Orthodox) dan Barat (Roma Khatolik) mempunyai pengertian yang sangat berbeda dalam hal ini. Di Timur Gereja Orthodox banyak dipengaruhi oleh filsafat-filasafat Yunani, di Barat Gereja Katolik banyak dipengaruhi oleh pikiran-pikiran Latin. Ini mengakibatkan adanya dua cara pendekatan yang berbeda, yang akhirnya menimbulkan dua pandangan ekstrim terhadap doktrin Allah Tritunggal yaitu :
Pandangan yang menganggap adanya tiga Allah
Pandangan yang mengangap adanya satu Allah yang menyatakan diri di dalam tiga pribadi yang berbeda.

Doktrin Allah Tritunggal adalah doktrin Monotheisme (percaya hanya kepada 1 Allah), dan bukan politheisme (percaya kepada banyak allah). Doktrin Allah Tritunggal termasuk monotheisme, yang percaya kepada Allah Yang Maha Esa. Dan Allah Yang Maha Esa itu mempunyai 3 pribadi, bukan 1 pribadi yaitu : Pribadi pertama adalah Allah Bapa, Pribadi Kedua adalah Allah Anak (Yesus Kristus), dan Pribadi Ketiga adalah Allah Roh Kudus. Tiga Pribadi bukan berarti tiga Allah, dan satu Allah tidak berarti satu Pribadi. Tiga pribadi itu mempunyai sifat dasar atau esensi ( Yunnani = Ousia, Inggris= Substance) yang sama yaitu “Allah”. Allah Bapa adalah Allah, Allah Anak adalah Allah, dan Allah Roh Kudus adalah Allah, namun ketiganya memiliki Satu Ousia, yaitu esensi Allah. Maka Ketiga Pribadi itu adalah satu Allah.

A. Konsep Allah Yang Esa

Tiga hal penting mengenai konsep Allah Yang Esa ini perlu kita perhatikan.

Pertama, konsep Allah Yang Esa ini merupakan sumbangsih terbesar dari orang-orang Israel (Ibrani) kepada dunia. Inilah konsep yang terbesar yang diberikan bangsa Israel kepada dunia. Jikalau kita mempelajari sejarah bangsa Israel di jaman Perjanjian Lama, kita akan menemukan bahwa setiap suku bangsa yang tinggal di sekitar daerah Israel mempunyai dewa-dewa mereka sendiri, dan mereka menyembah lebih dari satu dewa. Mereka saling membandingkan dewa-dewa mereka, dan mereka dapat berpindah ke dewa yang mereka anggap lebih besar atau lebih hebat. Dewa-dewa yang terkenal pada waktu itu adalah Baal, Dagon, Asyera, Asytoret, dan banyak lagi lainnya. Dewa-dewa yang sangat banyak ini dianggap sebagai dewa-dewa pemelihara, baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, militer (dalam peperangan), maupun dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, mereka bisa berpaling memuja dan menyembah dewa-dewa yang dianggap sesuai dengan kesejahteraan yang mereka butuhkan. Tetapi bangsa Israel tidak demikian. Mereka berbeda dari bangsa-bangsa di sekitarnya. Orang Israel tidak mempunyai : “Kita mempunyai Allah kita, mereka (bangsa-bangsa lain) mempunyai allah mereka. Allah kita adalah Allah Israel, allah mereka bukan Allah kita”. Sebaliknya mereka mepunyai konsep : “ Allah orang Israel adalah Allah seluruh alam semesta”. Ini konsep yang sangat besar dan sangat penting. Konsep ini menerobos semua konsep agama yang ada pada saat itu. Sejak permulaan Perjanjian Lama sudah tertulis ayat seperti demikian : “Allah Yahweh yang mengadili seluruh bumi, bukankah Dia adil adanya ? “ ( Kej 18:25). Konsep ini tidak terdapat pada suku-suku bangsa yang lain. Mereka hanya bersembah sujud kepada suatu dewa atau ilah yang berhubungan dengan lingkup kesejahteraan mereka yang kecil dan terbatas. Tetapi, di dalam bangsa Israel, konsep Allah Yang Esa merupakan konsep yang bersifat universal dan supranatural. Konsep Allah Yang satu-satunya ini bukan satu untuk satu suku, melainkan satu untuk seluruh alam semesta. Konsep Allah Yang satu-satunya ini diulangi terus-menerus, sampai sebelum Musa mati, dia mengulanginya lagi sekali di dalam satu ayat yang disebut sebagai Syamma yaitu Ayat Mas, ayat kunci untuk mengerti seluruh Taurat, yaitu Ulangan 6:4-5 : “ Dengarlah, hai Israel : TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa ! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu”.

Ayat ini “ TUHAN itu Allah Yang Esa ! “ merupakan prinsip dasar untuk mengerti seluruh Taurat dan Wahyu Tuhan di dalam Perjanjian Lama. Orang Israel mengetahui bahwa segala kebajikan di dalam iman kepercayaan dimulai dengan meletakkan iman mereka di atas dasar ini : Allah itu Esa.

Kedua, konsep Allah Yang Esa merupakan pernyataan Allah yang serius, sehingga Dia menuntut sesuatu dari orang-orang yang menerima Wahyu Khusus ini. Allah itu Esa berarti kita tidak bisa sembarangan berserah atau menyerahkan diri kita kepada yang lain. Kita harus menyerahkan diri kita kepada Allah Yang Esa dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dan dengan segenap kekuatan serta akal budi kita untuk mengasihi Dia. Disinilah kita melihat perbedaannya dengan agama. Mengenal Allah Yang Esa mengakibatkan hidup yang bersifat totalitas. Maksudnya, seluruh hidup kita harus merupakan kesatuan di hadapan Allah.

Ketiga, konsep Allah Yang Esa (tidak ada yang seperti Dia) ini menjadi dasar Teologi Tritunggal di dalam mengerti sifat Allah yang :


Transenden, artinya Dia lain dari yang lain, dan Dia melampaui segala sesuatu.
Kudus atau suci, artinya kesucian-Nya tidak ada bandingnya sekaligus menjadi sumber segala kesucian
Mutlak, artinya hanya Dia satu-satunya yang melampaui segala sesuatu yang relatif.
Sempurna, artinya Dia adalah satu-satunya yang tidak berkekurangan, yang mencukupi diri-sendiri, serta menjadi sumber dari segala yang lain, dan mencukupi yang lain.
Kekal, artinya hanya Dia yang tidak mempunyai permulaan dan tidak mempunyai akhir, serta menjadi sumber dari kekekalan.

Pada waktu Yesus di dunia Dia mengajarkan Doa Bapa kami dengan kata-kata, “ Bapa kami yang di Sorga, dikuduskanlah nama-Mu…” Allah Yang Esa adalah Allah yang harus dikuduskan, karena berbeda dengan yang lain. Pada waktu dewa-dewa dibandingkan dengan Allah menjadi begitu nampak kepalsuan dan kenajisannya. Pada waktu Allah Yang Esa menyatakan diri-Nya, Dia selalu menggabungkan keesaan-Nya ini dengan kekekalan-Nya, sehingga Dia berkata, “ Siapakah yang dapat kau bandingkan dengan Aku ? Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian. Siapakah yang mengatakan dari dahulu kala hal-hal yang akan datang ? Bukankah Aku, Tuhan ? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari pada-Ku” ( Bdk. Yesaya 44:6-8, Yes 45:20-22, Yes 46:9-10). Pada waktu tuanya Musa juga pernah menulis Mazmur dengan kalimat-kalimat : “ Dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah ( Mazmur 90). Engkaulah Allah yang melampaui segala ciptaan”.
Allah itu Esa. Kalau Allah itu Esa, bagaimana kita bisa percaya bahwa di dalam keesaan Allah itu mempunyai tiga pribadi ? apakah ketiga Pribadi itu tidak bertentangan dengan Keesaan Allah ? sebaliknya, kalau Allah itu Tritunggal, mempunyai tiga Pribadi, bagaimana kita bisa percaya bahwa ketiga di dalam Ketritunggalan Allah itu tetap adalah Allah Yang Esa? Di dalam satu ada tiga dan di dalam tiga tetap mempunyai Keesaan. Apakah ini konsep yang terikat oleh hukum matematika dan hukum logika manusia? Tidak ! Sebab Allah adalah Allah yang transenden. Dia melampaui rasio dan logika manusia, melampaui segala sesuatu. Karena Allah adalah Allah yang bukan merupakan refleksi dari pikiran manusia tentang yang supra-natural, maka Allah tidak diikat oleh logika, tidak diikat oleh matematika dan mempunyai sifat supranatural yaitu : “transenden”.

Kita telah melihat, pengertian yang salah terhadap doktrin Tritunggal. Ini bisa mengakibatkan manusia jatuh ke dalam 2 kutub ekstrim yang salah yaitu :
Monoteisme, yang percaya kepada satu Allah dengan Pribadi Allah dan tidak bisa menerima konsep Oknum Allah yang lebih dari satu.
Politheisme yang percaya kepada tiga Allah yang tidak mungkin Esa, tidak mungkin mempunyai substansi yang sama. Kedua pandangan itu sesat dan merusak pengenalan kita terhadap Allah yang benar.

Untuk mencegah konsep yang salah itulah Allah terlebih dahulu menegakkan konsep dasar : “Allah itu Esa, Allah yang tunggal, Allah yang satu-satunya. Apakah ini berarti bahwa konsep Tritunggal tidak diwahyukan oleh Tuhan sejak permulaan ? Apakah konsep Tritunggal baru muncul belakangan ? Tidak ! Konsep Tritunggal sudah diwahyukan sejak mula sekali, sejak di permulaan kitab Kejadian.


B. Istilah Yang Mengindikasikan Keesaan Allah


Pemakaian kata “ Kita” dalam kitab Kejadian.

Pada waktu Tuhan Allah memberikan wahyu tentang diri-Nya di dalam Kejadian 1:26, Kej 3:22, Kej 11:7, Yes 6:8, Allah memakai kata ganti Kita untuk menyebut diri-Nya sendiri, bukan Saya. Berfirmanlah Allah, “ Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita….,” ( Kejadian 1:26). Siapakah yang dimaksud Kita di dalam ayat ini ? Kita bukan menunjukkan satu pribadi tunggal, melainkan jamak, lebih dari satu. Ada yang menafsirkan Kita di sini menunjukkan perundingan antara Allah dan malaikat. Benarkah Allah bersama-sama malaikat dalam menciptakan manusia ? Ini sama sekali salah ! Jikalau Kita di sini menunjukkan perundingan Allah dengan malaikat, maka berarti manusia tidak diciptakan langsung oleh Allah Pencipta, melainkan oleh Pencipta yang bekerjasama dengan yang dicipta, sebab di dalam Yehezkiel dikatakan malaikat-malaikatpun adalah mahluk (creatures) yang diciptakan Allah ( Bdk Yeh 1:5-14, Yeh 9:3, Yeh 10:1-22) dan bandingkan juga dengan ( Kejadian 3:24 yang disebut Kerub atau Kerubim). Di dalam seluruh Alkitab tidak pernah dikatakan bahwa malaikat adalah pencipta, belum pernah dikatakan bahwa malaikat adalah pencipta, belum pernah dikatakan bahwa malaikat mencipta atau mengambil bagian di dalam karya Allah yang pertama, yaitu mencipta. Karya atau pekerjaan Allah sangat banyak, dan yang pertama adalah mencipta. Dan Allah disebut Allah, karena yang pertama Dia adalah Pencipta. Dia menciptakan segala sesuatu dari tidak ada ( creatio ex nihilo). Menciptakan dari kekosongan atau dari ketidakadaan. Ini adalah tindakan atau pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh Allah sendiri. Betapapun besarnya kuasa dan kemuliaan malaikat atau penghulu malaikat, tidak dapat membuat mereka loncat dari derajat “yang dicipta” menjadi “ Yang Mencipta”. Mencipta adalah pekerjaan Allah sendiri. Lagi pula manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, bukan menurut gambar dan rupa malaikat.

Pada waktu Allah Pencipta mengatakan, “ Marilah Kita menciptakan manusia…” di sini Dia mewahyukan suatu pikiran yang penting, meskipun tidak terlalu jelas, bahwa Allah itu lebih dari satu Pribadi. Kita di dalam Kejadian 1:26 ingin menunjukkan bahwa itu adalah perundingan di antara Pribadi-Pribadi yang berada di dalam Diri Allah Yang Esa. Disini doktrin Tritunggal sudah dinyatakan walaupun dalam bentuk yang tidak jelas.

Sebutan “Elohim” bagi Allah

Istilah atau sebutan Allah yang dipakai selalu dalam bentuk jamak, yaitu Elohim, bukan dalam bentuk tunggal, El. Di dalam tata bahasa Indonesia konsep ini tidak ada. Dalam bahasa Inggris kita masih melihat hal yang seperti demikian, misalnya bentuk tunggal ditambah “s” untuk menunjukkan jamak. (one boy, two boys, atau many boys). Tetapi di dalam bahasa Ibrani selain bentuk tunggal (singular) dan jamak (plural) juga ada bentuk dua atau ganda (dual). Hal ini sangat unik dan tidak terdapat dalam bahasa Yunani, bahasa Inggris dan bahasa-bahasa di Eropa atau di dunia Barat lainnya, maupun bahasa-bahasa di Timur. Allah begitu teliti di dalam memilih bahasa yang akan dijadikan-Nya sebagai media untuk memperkenalkan diri melalui Wahyu-Nya. Di dalam Alkitab, di dalam bahasa Ibrani, sebutan yang dipakai untuk Allah tidak memakai bentuk tunggal (singular) ataupun dua atau ganda (dual), melainkan bentuk jamak (plural).
Bukan saja sebutan TUHAN selalu muncul dalam bentuk jamak, namun juga sering kali sebutan TUHAN atau ucapan terhadap TUHAN muncul diulangi tiga kali. Misalnya : setiap kali Musa dan Harun memberkati bangsa Israel mereka mengucapkan doa berkat, sebagaimana yang diperintahkan Tuhan Allah sendiri, sebagai berikut :



TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau;
TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia;
TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera.
( Bilangan 6:24-26)

Demikian juga dalam penglihatan Yesaya para serafim memuji kepada Tuhan Allah :
Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam,
Seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya ( Yesaya 6:3)

Rupanya ada kebiasaan diantara orang-orang Israel menyebut bait TUHAN juga tiga kali ( Yeremia 7:4). Hal ini bukan sesuatu yang secara kebetulan muncul berkali-kali di dalam Alkitab, namun mengindikasikan bahwa konsep Allah Yang Tritunggal sudah mulai diwahyukan dan ditanamkan, khususnya kepada bangsa Israel, sejak mula-mula sekali. Ada bantahan yang mengatakan bahwa hal itu merupakan sesuatu yang umum dalam pembentukan bahasa-bahasa di Timur Tengah. Pada waktu mereka menyebut dewa atau ilah mereka, mereka juga tidak pernah memakai bentuk tunggal, melainkan bentuk jamak, sebagai indikasi yang menunjukkan penghormatan mereka terhadap yang harus lebih dihormati dari manusia, yaitu dewa atau ilah mereka. (Di daerah-daerah tertentu di Indonesia penggunaan kata kita atau kami juga sering dipakai sebagai kata ganti orang dalam pengertian tunggal). Hal ini bukan berarti kita bisa menyangkal bahwa Allah telah menyatakan diri dengan cara berbeda dari cara bangsa-bangsa lain menyebut dewa-dewa mereka. Lagi pula, kebiasaan menyebutkan dewa atau ilah mereka dengan bentuk jamak ini baru muncul jauh sesudah Kitab Kejadian dituliskan melalui Musa.
Di dalam Alkitab pada waktu Allah menyebut diri-Nya sendiri dengan sebutan Kita, dia menyatakan diri-Nya sebagai Pencipta (Creator), Penebus ( Redeemer), dan Pewahyu (Revealer). Inilah tiga karya yang hanya dapat dikerjakan oleh Allah sendiri yaitu :
Penciptaan (Creation)
Penebusan ( Redemption)
Penyataan/Wahyu (Revelation)

Hanya Allah sendiri yang dapat melakukan ketiga pekerjaan itu, dan di dalam ketiga karya itu tidak ada campur tangan dari pribadi atau oknum yang lain. Sebagai Pencipta, Allah bukan saja telah menciptakan segala sesuatu yang diciptakan-Nya sampai pada waktu yang ditetapkan menurut kehendak-Nya. Maksudnya, kalau segala sesuatu bisa ada, itu adalah karena kuasa penciptaan Allah. Dan kalau yang ada itu bisa berada terus di dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Tuhan, itu adalah karena kuasa penopangan-Nya. Dan sebagai Pencipta, dia juga akan menyempurnakan atau menggenapi segalanya. Segala yang ada akan disempurnakan menurut waktu dan rencana-Nya. Allah Pencipta, Penebus, dan Pewahyu, yang menyebut diri dengan sebutan “Kita” inilah yang telah mewahyukan atau menyatakan diri kepada manusia bahwa Dia adalah Allah yang lebih dari satu Pribadi, bukan satu Pribadi, juga bukan dua pribadi, melainkan 3 Pribadi. Mengapa bukan empat, lima dan seterusnya? Karena selain Ketiga Pribadi yang tersembunyi dan dinyatakan di dalam Wahyu yang bersifat progressif ini, tidak ada pribadi lainnya lagi. Tiga menjadi angka eksklusif dan sempurna dari diri Allah. Tiga merupakan angka mutlak bagi Allah Tritunggal dan tidak dapat ditambahkan lagi.

Penutup

Masih ada banyak hal yang tersembunyi, dan masih banyak rahasia yang belum terpahami. Kalau manusia terikat dengan ruang dan waktu, tidak demikian dengan Allah. Bagi Allah, tak ada kemarin, sekarang dan yang akan datang. Ia kekal, Maha Hadir dan Maha Tahu (Eternal,Omnipresence dan Omniscience) dan sekaligus Dia juga adalah Allah Sang Pencipta Waktu. Ia berada diluar ikatan ruang dan waktu. Tidak heran jikalau Allah Abraham, Allah Israel pada jaman primitif itu adalah juga Allah yang sama dari orang percaya di jaman Post-Modernisme ini. Bahkan seribu tahun, bagi-Nya tak berbeda dari satu hari ( Bdk. 3 Pet 3:8). Dia yang hadir dalam keutuhan satu pribadi “Malakh Yahweh” dalam Perjanjian Lama adalah Dia yang berbicara dengan Paulus di dekat Damaskus. Sebagai satu pribadi Allah, Allah Anak bukanlah Pribadi Allah Roh Kudus yang turun keatas para rasul dan orang-orang percaya di hari Pentakosta. Roh Kudus adalah “ allon Parakleton ( Penolong yang lain tetapi yang sehakekat)”.Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah pribadi-pribadi yang berbeda dari satu Allah Yang Esa.