PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN PENGARINGAN

Selasa, 22 Juni 2010

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

SEJARAH PSIKOLOGI
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Bahkan sebelum Wundt mendeklarasiikan laboratoriumnya tahun 1879 – yang dipandang sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu – pandangan tentang manusia dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan intelekstual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika.
Metode Psikologi
Beberapa metodologi dalam psikologi, diantaranya sebagai berikut :
a. Metodologi Eksperimental
Cara ini dilakukan biasanya di dalam laboratorium dengan mengadakan berbagai eksperimen. (sumber : buku Psokologi, penulis : Abdul Rahman Shaleh, penerbit : Kencana Prenada Media Group). Peneliti mempunyai kontrol sepenuhnya terhadap jalannya suatu eksperimen. Yaitu menentukan akan melakukan apa pada sesuatu yang akan ditelitinya, kapan akan melakukan penelitian, seberapa sering melakukan penelitiannya, dan sebagainya.
b. Observasi Ilmiah
Pada observasi ilmiah, suatu hal pada situasi-situasi yang ditimbulkan tidak dengan sengaja. Melainkan dengan proses ilmiah dan secara spontan. Observasi alamiah ini dapat diterapkan pula pada tingkah laku yang lain, misalnya saja : tingkah laku orang-oranng yang berada di toko serba ada, tingkah laku pengendara-pengendara kendaraan bermotor dijalan raya, tingkah laku anak yang sedang bermain prilaku orang dalam bencana alam
c. Sejarah Kehidupan
Sejarah kehidupan seseorang dapat merupakan sumber data yang penting untuk lebih mengetahui “jiwa” orang yang bersangkutan, misalnya dari cerita ibunya, seorang anak yang tidak naik kelas mungkin diketahui bahwa dia bukannya kurang pandai tetapi minatnya sejak kecil memang dibidang musik sehingga dia tidak cukup serius untuk mengikuti pendidikan di sekolahnya.
d. Wawancara
Wawancara merupakan tanya jawab si pemeriksa dan orang yang diperiksa. Agar orang diperiksa itu dapat menemukan isi hatinya itu sendiri, pandangan-pandangannya, pendapatnya dan lain-lain sedemikian rupa sehingga orang yang mewawancarai dapat menggali semua informasi yang dibutuhkan.
e. Angket
Angket merupakan wawancara dalam bentuk tertulis. Semua pertanyaan sudah di susun secara tertulis pada lembar-lembar pertanyaan itu. Dan orang yang diwawancaraipun tinggal membaca pertanyaan yang diajukan. Lalu menjawabnya secara tertulis pula. Lalu jawaban-jawabannya akan dianalisis untuk mengetahui hal-hal yang diselidiki.
f. Pemeriksaan Psikologi
Dalam bahasa populernya “pemeriksaan psikologi “ disebut juga dengan “psikotes”. Metode ini menggunakan alat-alat psikodiagnostik tertentu yang hanya dapat digunakan oleh para ahli yang benar-benar sudah terlatih alat-alat itu dapat dipergunakan unntuk mengukur dan untuk mengetahui taraf kecerdasan seseorang, arah minat seseorang, sikap seseorang, struktur kepribadian seeorang, dan lain-lain dari orang yang diperiksa itu.
Psikologi sebagai ilmu pengetahuan
Walaupun sejak dulu telah ada pemikiran tentang ilmu yang mempelajari manusia dalam kurun waktu bersamaan dengan adanya pemikiran tentang ilmu yang mempelajari alam, akan tetapi karena kekomplekan dan kedinamisan manusia untuk dipahami, maka psikologi baru tercipta sebagai ilmu sejak akhir 1800-an yaitu sewaktu Wilhem Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertama didunia.
Laboratorium Wundt

Pada tahun 1879 Wilhem Wundt mendirikan laboratorium Psikologi pertama di University of Leipzig, Jerman. Ditandai oleh berdirinya laboratorium ini, maka metode ilmiah untuk lebih mamahami manusia telah ditemukan walau tidak terlalu memadai. dengan berdirinya laboratorium ini pula, lengkaplah syarat psikologi untuk menjadi ilmu pengetahuan, sehingga tahun berdirinya laboratorium Wundt diakui pula sebagai tanggal berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan.
Fungsi psikologi sebagai ilmu
Psikologi memiliki tiga fungsi sebagai ilmu yaitu:

Menjelaskan
Yaitu mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasilnya penjelasan berupa deskripsi atau bahasan yang bersifat deskriptif
Memprediksikan
Yaitu mampu meramalkan atau memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, prediksi atau estimasi
Pengendalian
Yaitu mengendalikan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya prevensi atau pencegahan, intervensi atau treatment serta rehabilitasi atau perawatan.

Kajian dalam Psikologi

Psikologi adalah ilmu yang luas dan ambisius, dilengkapi oleh biologi dan ilmu saraf pada perbatasannya dengan ilmu alam dan dilengkapi oleh sosiologi dan anthropologi pada perbatasannya dengan ilmu sosial. Beberapa kajian ilmu psikologi diantaranya adalah:

1. Psikologi perkembangan

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan manusia dan faktor-faktor yang membentuk prilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut usia. Psikologi perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial, karena sebagian besar perkembangan terjadi dalam konteks adanya interaksi sosial. Dan juga berkaitan erat dengan psikologi kepribadian, karena perkembangan individu dapat membentuk kepribadian khas dari individu tersebut.

2. Psikologi sosial

Bidang ini mempunyai 3 ruang lingkup, yaitu :
a. studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu, misalnya : studi tentang persepsi, motivasi proses belajar, atribusi (sifat).
b. studi tentang proses-proses individual bersama, seperti bahasa, sikap sosial, perilaku meniru dan lain-lain.
c. studi tentang interaksi kelompok, misalnya : kepemimpinan, komunikasi hubungan kekuasaan, kerjasama dalam kelompok, persaingan, [konflik].
3. Psikologi kepribadian

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, psikologi kepribadian berkaitan erat dengan psikologi perkembangan dan psikologi sosial, karena kepribadian adalah hasil dari perkembangan individu sejak masih kecil dan bagaimana cara individu itu sendiri dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya.
4. Psikologi kognitif

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari kemampuan kognisi, seperti: Persepsi, proses belajar, kemampuan memori, atensi, kemampuan bahasa dan emosi.
Wilayah-Wilayah Terapan dari Psikologi
Wilayah terapan psikologi adalah wilayah-wilayah dimana kajian psikologi dapat diterapkan. walaupun demikian, belum terbiasanya orang-orang Indonesia dengan spesialisasi membuat wilayah terapan ini rancu, misalnya, seorang ahli psikologi pendidikan mungkin saja bekerja pada HRD sebuah perusahaan, atau sebaliknya.

1. Psikologi sekolah
Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi. Yang bertujuan untuk membentuk mind set anak yang baik.

2. Psikologi industri dan organisasi
Psikologi industri memfokuskan pada menggembangan, mengevaluasi dan memprediksi kinerja suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh individu, sedangkan psikologi organisasi mempelajari bagaimana suatu organisasi memengaruhi dan berinteraksi dengan anggota-anggotanya
3. Psikologi kerekayasaan
Penerapan psikologi yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dan mesin untuk meminimalisasikan kesalahan manusia ketika berhubungan dengan mesin (human error)

4. Psikologi klinis
Adalah bidang studi psikologi dan juga penerapan psikologi dalam memahami, mencegah dan memulihkan keadaan psikologis individu ke ambang normal.

PENGERTIAN KEPRIBADIAN
Dalam kajian psikologi, kita akan mengenal sebuah obyek pembahasan yang dikenal dengan psikologi kepribadian. Tetapi, bagaimanakah perbedaan arti kepribadian bagi masyarakat awam dengan kajian yang dilakukan oleh psikologi. Berikut adalah penjelasannya.
Kepribadian menurut pengertian sehari-hari
Kata personality dalam bahasa inggris berasal dari bahasa latin: persone, yang berarti kedok atau topeng. Dimana hal ini selalu dipakai pada zaman romawi dalam melakukan sandiwara panggung. Lambat laun kata persona (personality) berubah istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima individu dari kelompok atau masyarakat.
Sehingga kemudian individu diharapkan akan berperilaku sesuai dengan peran atau gambaran sosial yang diterimanya. Pengertian ini biasanya muncul dengan ungkapan seperti: “Anton berkepribadian pahlawan.” Atau “Desi berkepribadian kartini sejati.”
Disamping itu kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”.
Dari penjelasan diatas bisa diperoleh gambaran bahwa kepribadian, menurut pengertian sehari-hari atau masyarakat awam, menunjuk pada gambaran bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu yang lainnya.
Anggapan seperti ini sangatlah mudah dimengerti, tetapi juga sangat tidak bisa mengartikan kepribadian dalam arti yang sesungguhnya. Karena mengartikan kepribadian berdasarkan nilai dan hasil evaluatif. Padahal kerpibadian adalah sesuatu hal yang netral, dimana tidak ada baik dan buruk. Kepribadian juga tidak terbatas kepada hal yang ditampakkan individu saja, tetapi juga hal yang tidak ditampakkan individu, serta adanya dinamika kepribadian, dimana kepribadian bisa berubah tergantung situasi dan lingkungan yang dihadapi seseorang. Pada pemain sandiwara topeng, seharusnya adanya topeng yang dipakai, menunjukkan adanya pribadi asli yang tersembunyi dibalik topeng. Jadi kepribadian berusaha mencermati pribadi asli tersebut, dan bukan topengnya.
Kepribadian menurut psikologi
Pengertian kepribadian menurut disiplin psikologi bisa diambil dari rumusan beberapa teoris kepribadian terkemuka. Gordon Allport, merumuskan kepribadian adalah organisasi dinamis sistem psikofisik dalam diri individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya.
Seperti yang dikisahkan Feist & Feist, Allport memilih tiap frase dalam mendefinisikan dengan hati-hati, sehingga benar-benar menyatakan apa yang ingin ia katakan.
Istilah ”organisasi dinamis” menunjukkan suatu integrasi atau saling keterkaitan dari berbagai aspek kepribadian. Kepribadian merupakan sesuatu yang terorganisasi dan terpola. Bagaimanapun, kepribadian bukan suatu organisasi yang statis, melainkan secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.
Istilah ”psikofisik” menekankan pentingnya aspek psikologis dan fisik dari kepribadian. Kata ”menentukan” dalam definisi kepribadian menunjukkan bahwa kepribadian ”merupakan sesuatu dan melakukan sesuatu”. Kepribadian bukanlah topeng yang secara tetap dikenakan seseorang; dan juga bukan perilaku sederhana. Kepribadian menunjuk orang di balik perilakunya atau organisme di balik tindakannya.
Dengan kata ”karakteristik” Allport ingin menunjukkan sesuatu yang unik atau individual. Kepribadian seseorang bersifat unik, tidak dapat diduplikasi (ditiru) oleh siapa pun. Kata ”perilaku dan pikiran” secara sederhana menunjuk pada sesuatu yang dilakukan oleh seseorang, baik perilaku internal (pikiran-pikiran) maupun perilaku-perilaku eksternal seperti berkata-kata atau tindakan.
Berdasarkan penjelasan Allport tersebut kita dapat melihat bahwa kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.
Meskipun mengalami perubahan, kepribadian merupakan karakteristik yang relatif stabil. Hal ini sesuai penjelasan Allport bahwa kepribadian merupakan sesuatu yang terorganisasi dan terpola.
Pandangan orang secara umum mengenai kepribadian sebagai sesuatu yang ajek, konsisten, dan tidak berubah, tidak sepenuhnya salah. Namun, perlu diingat bahwa keadaan yang relatif stabil itu juga mengalami pertumbuhan dan perubahan.
TEORI-TEORI DALAM PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

Usaha-usaha Mempelajari Kepribadian
Usaha-usaha untuk mengerti perilaku atau menyingkap kepribadian manusia sudah lama dilakukan dimulai dengan cara yang paling sederhana, yang tergolong pendekatan nonilmiah, sampai dengan cara-cara
modern atau pendekatan ilmiah. Dari cara-cara yang sangat sederhana lahirlah pengetahuanpengetahuan yang bersifat spekulatif, dalam arti kebenarannya tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Ada beberapa pengetahuan yang menjelaskan kepribadian secara spekulatif. Pengetahuan seperti ini disebut juga ilmu semu juga ilmu semu (pseudo science). Yang termasuk ilmu-ilmu semu antara lain sebagai berikut (Sumadi Suryabrata, 2005: 7-8) :
1. Chirologi, yaitu pengetahuan yang berusaha mempelajari
kepribadian manusia berdasarkan gurat-gurat tangan.
2. Astrologi, adalah pengetahuan yang berusaha menjelaskan
kepribadian atas dasar dominasi benda-benda angkasa terhadap apa
yang sedang sedang terjadi di alam, termasuk waktu kelahiran seseorang.
3. Grafologi, merupakan pengetahuan yang berusaha menjelaskan
kepri-badian atas dasar tulisan tangan.
4. Phisiognomi, adalah pengetahuan yang berusaha menjelaskan
kepriba-dian atas dasar keadaan wajah.
5. Phrenologi, merupakan pengetahuan yang berusaha menjelaskan
kepri-badian berdasarkan keadaan tengkorak.
6. Onychology, pengetahuan yang berusaha menjelaskan kepribadian
atas dasar keadaan kuku.
Cara mempelajari kepribadian yang dipandang lebih maju (Sumad Suryabrata, 2005 : 11) menghasilkan bermacam-macam tipologi. Sedangkan usaha mempelajari kepribadian dengan pendekatan ilmiah menghasilkan bermacam-macam teori kepribadian.

Pengertian Psikologi Kepribadian

Ada beberapa kata atau istilah yang oleh masyarakat diperlakukan sebagai sinonim kata personality, namun ketika istilah-istilah itu dipakai di dalam teori kepribadian diberi makna berbeda-beda. Istilah yang berdekatan maknanya antara lain :

Personality (kepribadian); penggambaran perilaku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative)
Character (karakter); penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara ekspilit maupun implisit.
Disposition (watak); karakter yang telah dimiliki dan sampai sekarang belum berubah.
Temperament (temperament); kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologic atau fisiologik, disposisi hereditas.
Traits (sifat); respons yang senada (sama) terhadap kelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang (relatif) lama.
Type-Attribute (ciri): mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimulasi yang lebih terbatas.
Habit (kebiasaan): respon yang sama cenderung berulang untuk stimulus yang sama pula.

Sampai sekarang, masih belum ada batasan formal personality yang mendapat pengakuan atau kesepakatan luas dilingkungan ahli kepribadian. Masing-masing pakar kepribadian membuat definisi sendiri-sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka kembangkan. Berikut adalah beberapa contoh definisi kepribadian:
Kepribadian adalah nilai sebagai stimulus sosial, kemampuan menampilkan diri secara mengesankan (Hilgard & Marquis)
Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individual, unik, usaha mencapai tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri, kemampuan memperoleh pengalaman (Stern)
Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seorang yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya (Allport)
Kepribadian adalah pola trait-trait yang unik dari seseorang (Guilford)
Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon suatu situasi (Pervin)
Kepribadian adalah seperangkat karakteristik dan kecenderungan yang stabil, yang menentukan keumuman dan perbedaan tingkah laku psikologik (berpikir, merasa, dan gerakan) dari seseorang dalam waktu yang panjang dan tidak dapat dipahami secara sederhana sebagai hasil dari tekanan sosial dan tekanan biologic saat itu (Mandy atau Burt)
Kepribadian adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh, yang sejak lahir sampai mati tidak pernah berhenti terlibat dalam pengubahan kegiatan fungsional (Murray)
Kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan, dan tingkah laku yang membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan situasi (Phares)
Jelas, masing-masing definisi mencoba menonjolkan aspek yang berbeda-beda, dan disusun untuk menjawab tantangan permasalahan yang berbeda. Lebih menguntungkan memahami beberapa teori dan memilih teori yang tepat untuk diterapkan pada masalah yang tepat, disamping tetap memakai teori-teori yang lain sebagai pembanding sehingga keputusan profesional yang diambil seorang psikologi dapat lebih dipertanggung jawabkan. Namun sesungguhnya dari berbagai definisi itu, ada lima persamaan yang menjadi ciri bahwa definisi itu adalah definisi kepribadian, sebagai berikut :
1. Kepribadian bersifat umum; Kepribadian menunjuk kepada sifat umum seseorang-fikiran, kegiatan, dan perasaan- yang berpengaruh terhadap keseluruhan tingkah lakunya.
2. Kepribadian bersifat khas: Kepribadian dipakai untuk menjelaskan sifat individu yang membedakan dia dengan orang lain, semacam tanda tangan atau sidik jari psikologik, bagaimana individu berbeda dengan yang lain.
3. Kepribadian berjangka lama: Kepribadian dipakai untuk menggambarkan sifat individu yang awet, tidak mudah berubah sepanjang hayat. Kalaku terjadi perubahan biasanya bersifat bertahap atau akibat merespon suatu kejadian yang luar biasa.
4. Kepribadian bersifat kesatuan: Kepribadian dipakai untuk memandang diri sebagai unit tunggal, struktur atau organisasi internal hipotetik yang membentuk suatu kesatuan.
5. Kepribadian bisa berfungsi baik atau buruk: Kepribadian adalah cara bagaimana orang berada di dunia. Apakah dia tampil dalam tampilan yang baik, kepribadiannya sehat dan kuat? Atau tampil sebagai burung yang lumpuh? Yang berarti kepribadiannya menyimpang atau lemah?
Ciri kepribadian sering dipakai untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa orang senang dan mengapa susah, berhasil atau gagal, berfungsi penuh atau berfungsi sekedarnya.
TEORI KEPRIBADIAN
Teori merupakan salah satu unsur penting dari setiap pengetahuan ilmiah atau ilmu, termasuk psikologi kepribadian. Tanpa teori kepribadian usaha memahami perilaku dan kepribadian manusia pasti sulit untuk dilaksanakan. Apakah yang dimaksud dengan teori kepribadian ? Menurut Hall dan Lindzey (Koeswara, 1991 : 5), teori kepriadian adalah sekumpulan anggapan atau konsep-konsep yang satu sama lain berkaitan mengenai tingkah laku manusia.

Fungsi Teori Kepribadian

Sama seperti teori ilmiah pada umumnya yang memiliki fungsi deskriptif dan prediktif, begitu juga teori kepribdian. Berikut penjelaskan fungsi deskriptif dan prediktif dari teori kepribadian.

1. Fungsi Deskriptif

Fungsi deskriptif (menjelaskan atau menggambarkan) merupakan fungsi teori kepribadian dalam menjelaskan atau menggambarkan perilaku atau kepribadian manusia secara rinci, lengkap, dan sistematis. Pertanyaan-pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana seputar perilaku manusia dijawab melalui fungsi deskriptif.

2. Fungsi Prediktif

Teori kepribadian selain harus bisa menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia sekarang, juga harus bisa memperkirakan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia di kemudian hari. Dengan demikian teori kepribadian harus memiliki fungsi prediktif

Dimensi-dimensi Teori Kepribadian

Setiap teori kepribadian diharapkan mampu memberikan jawab atas pertanyaan sekitar apa, mengapa, dan bagaimana tentang perilaku manusia. Untuk itu setiap teori kepribadian yang lengkap, menurut Pervin (Supratiknya, 1995 : 5-6), biasanya memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut :

1. Pembahasan tentang struktur, yaitu aspek-aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil dan menetap, serta yang merupakan unsur-unsur pembentuk sosok kepribadian.

2. Pembahasan tentang proses, yaitu konsep-konsep tentang motivasi untuk menjelaskan dinamika tingkah laku atau kepribadian.

3. Pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan, yaitu aneka perubahan pada struktur sejak masa bayi sampai mencapai kemasakan, perubahan-perubahan pada proses yang menyertainya, serta berbagai faktor yang menentukannya.

4. Pembahasan tentang psikopatologi, yaitu hakikat gangguan kepribadian atau tingkah laku beserta asal-usul atau proses perkembangannya.

5. Pembahasan tentang perubahan tingkah laku, yaitu konsepsi tentang bagaimana tingkah laku bisa dimodifikasi atau diubah.


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Teori Kepribadian

Berkembangya teori-teori kepribadian tidak terlepas dari sejumlah faktor yang melatar belakangi dan mempengaruhinya, yang secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu faktor-faktor historis dan faktor-faktor kontemporer. Koeswara (1991: 13) mengibaratkan kedua faktor tersebut sebagai faktor pembawaan dan faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang.

1. Faktor-faktor historis

Secara historis banyak faktor yang mempengaruhi berkembanya teori-teori kepribadian dan empat diantaranya merupakan faktor yang pengaruhnya sangat kuat. Keempat faktor yang dimaksud adalah : a. pengobatan klinis Eropa, b. psikometrik, c. behaviorisme, dan d. psikologi Gestalt (Koeswara, 1991: 13).

a. Pengobatan klinis di Eropa
Upaya pengobatan, sepanjang sejarah selalu dihubungkan dengan konsepsi tentang kepribadian. Demikian halnya dengan apa yang dilakukan di Eropa pada abad ke-18 dan ke-19, terutama di Perancis. Atas dasar konsepsi-konsepsi fisiologis dan aktivitas-aktivitas mental manusia, Philipe Pinel (1745-1926), seorang dokter dari Perancis, menggambarkan gangguan kepribadian psikosis sebagai akibat dari kerusakan fungsi otak.
Seorang dokter dari Jerman, Emil Kraeplin (1856-1926), membuat klasifikasi gangguan kepribadian berdasarkan konsepsi tentang psikosis yang fisikalistis. Ditinjau dari perkembangan teori kepribadian, apa yang dilakukan Kraeplin merupakan langkah besar karena gangguan kepribadian sudah dirumuskan dan diklasifikasikan secara ilmiah.
Pengaruh terbesar dari sejarah pengobatan klinis di Eropa terhadap perkembangan kepribadian adalah yang terjadi pada abad ke-20, yaitu ketika Sigmund Freud menuliskan konsepsi-konsepsinya yang dia susun berdasarkan temuannya dalam menyembuhkan penderita neurosis, khususnya histeria. Pengaruh Freud dengan Psikoanalisisnya terhadap teori kepribadian dapat dilihat dari fakta bahwa hampir seluruh teori kepribadian modern mengambil sebagian atau setidak-tidaknya mempersoalkan konsepsi-konsepsi Freud dalam penyusunan teori kepribadian (Koeswara, 1991: 15).

b. Psikometrik
Psikometrik atau pengukuran psikologi memberikan pengaruh yang harus diperhitungkan dalam perkembangan teori kepribadian. Sebelum ada psikometrik, ada anggapan bahwa fungsi-fungsi psikologis manusia seperti kecerdasan, bakat, minat, motif, dst., sangat sulit bahkan tidak mungkin untuk bisa diukur.
Berbicara tentang psikometrik dari sisi historis, tidak terlepas dari pembahasan mengenai apa yang dilakukan oleh Gustav Theodor Fecher (1801-1887). Fechner, yang beranggapan bahwa jiwa itu identik dengan raga, banyak melakukan penelitian, khususnya tentang pengideraan dengan metode eksperimen.
Apa yang telah dilakukan oleh Fecher menjadi pendorong bagi para ahli yang muncul kemudian untuk mengembangkan dan menggunakan pendekatan psikometrik untuk kaitan antara aspek fisik dengan aspek mental. Dengan berkembangnya psikometrik memungkinkan dilakukannya penelitian di bidang kepribadian.

c. Behaviorisme
Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang lahir di Amerika Serikat dipelopori oleh John B. Watson (1878-1958). Pengaruh behaviorisme terhadap perkembangan teori kepribadian terletak pada upaya-upaya dan anjurannya untuk memandang dan meneliti tingkah laku manusia secara objektif. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para behavioris dengan metode eksperimen mampu memberikan sumbangan besar bagi terciptanya konsep-konsep tentang kepribadian yang ketepatannya bisa diuji secara empiris.

d. Psikologi Gestalt

Psikologi Gestalt merupakan aliran psikologi yang lahir di Jerman dan yang dipelopori oleh Max Wertheimer (1880-1943), Wolfgang Kohler (1887- 1967), dan Kurt Koffka (18886-1941). Prinsip pertama dan utama dari psikologi Gesltalt adalah bahwa suatu fenomena hanya dan harus dimengerti sebagai suatu totalitas atau keseluruhan. Demikian halnya dengan manusia berikut kesadaran dan tingkah lakunya hanya dapat dipahami jika hal itu dilihat sebagai suatu totalitas. Beberapa teoris kepribadian terkemuka yaitu Adler, Goldstein, Allport, Maslow, dan Rogers mengembangkan teori kepribadian berdasarkan prinsip holistik atai totalitas dari psikologi Gestalt.
Prinsip kedua psikologi Gestalt, yang juga ikut mempengaruhi para teoris keprbadian adalah prinsip bahwa fenomena merupakan data mendasar bagi psikologi. Untuk itu dalam memahami perilaku manusia maka peneliti atau pengamat harus berusaha merasakan dan menghayati apa yang dialami oleh subjek yang diamati.

2. Faktor-faktor Kontemporer

Faktor-faktor kontemporer yang mempengaruhi perkembanga teori kepribadian mencakup faktor dari dalam dan dari luar psikologi. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam bidang psikologi yaitu: a. munculnya perluasan bidang psikologi, seperti psikologi lintas budaya (cross-cultural psychology), dan b. Studi tentang proses-proses kognitif dan motivasi.
Faktor-faktor kontemporer dari luar bidang psikologi yang mempengaruhi perkembangan teori kepribadian antara lain berkembangnya aliran filsafat eksistensialisme, perubahan sosial budaya yang pesat, dan berkembangnya teknologi komputer.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang menekankan kebebasan, penentuan diri, dan keberubahan manusia, mempengaruhi para teoris kepribadian eksistensial dan humanistik. Perubahan sosial budaya telah memberikan arah baru kepada penelitian dan penyusunan teori kepribadian. Sedangkan berkembangnya teknologi komputer membuka peluang yang luas bagi penelitian secara besar-besaran dan cermat.

Anggapan-anggapan Dasar tentang Manusia

Setiap orang, termasuk teoris kepribadian, memiliki anggapan-anggapan dasar (basic assumtions) tertentu tentang manusia yang oleh George Boeree disebut asumsi-asumsi filosofis (Boeree, 2005 : 23). Anggapan-anggapan dasar yang diperoleh melalui hubungan pribadi atau pengalaman-pengalaman sosial ini secara nyata akan mempengaruhi persepsi dan tindakan manusia terhadap sesamanya. Dalam konteks para teoris kepribadian, anggapan-anggapan dasar ini mempengaruhi konstruksi dan isi teori kepribadian yang disusunnya. Anggapan-anggapan dasar tentang manusia yang mempengaruhi atau mewarnai teori-teori kepribadian adalah sebagai berikut.

1. Kebebasan – ketidak bebebasan

Ada anggapan bahwa manusia merupakan makhluk yang bebas berkehendak, mengambil sikap, dan menentukan arah kehidupannya. Sebaliknya ada anggapan yang berlawanan dengan itu, bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak bebas. Salah seorang teoris kepribadian, yaitu Abraham Maslow menganggap bahwa manusia merupakan makhluk yang bebas, sementara itu teoris kepribadiannya lainnya diantaranya Freud dan Skinner, menyatakan bahwa pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang perilakunya tidak bebas karena ditentukan oleh sejumlah determinan.

2. Rasionalitas – irasionalitas

Maslow dan para teoris kepribaian humanistik lainnya beranggapan bahwa manusia merupakan makhluk yang perilakunya digerakkan oleh faktor-faktor yang rasional. Sedangkan Freud menganggap bahwa manusia merupakan makhluk yang cenderung irasional. Sementara itu Skinner dan para behavioris lainnya tidak begitu terikat pada anggapan dasar rasional-irasional.

3. Holisme – elementalisme

Menurut Freud dan Maslow manusia hanya dapat dimengerti bila dilihat dan dipelajari sebagai totalitas. Sedangkan Skinner cenderung memenadang menausia secara elemtalisme, bahwa perilaku manusia dapat dipelajari sebagian-sebagian. Hal demikian juga diperkuat dengan pendapatnya bahwa kepribadian adalah sekumpulan tingkah laku yang dipelajari.

4. Konstitusionalisme – environmentalisme

Konstitusionalisme merupakan pandangan yang menyatakan bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh faktor-faktor yang sudah dimiliki sejak lahir atau faktor bawaan. Sedangkan environmentalisme menganggap bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungannya.
Freud dengan teori mengenai naluri yang bersifat bawaan, termasuk teoris kepribadian konstitusionalis, demikian halnya Maslow dengan teori kebutuhan bertingkatnya. Namun komitmen Maslow pada konstitusi-onalisme ini tidak sekuat Freud. Sedangkan Skinner dan para behavioris lainnya beranggapan bahwa perilaku manusia merupakan hasil belajar dari lingkungannya.

5. Berubah – tidak berubah

Anggapan dasar berubah – tak berubah mempersoalkan berubah tidaknya kepribadian individu sepanjang hidupnya. Freud sebagai penganut determinisme, beranggapan bahwa kepribadian individu ditentukan oleh pengalaman masa kanak-kanak awal dan tidak akan berubah sepanjang hidup individu. Sedangkan Maslow dan Skinner beranggapan bahwa kepribadian individu mengalami perubahan sepanjang hidupnya.

6. Subjektivitas – objektivitas

Anggapan dasar tentang subjektivitas dan objektivitas manusia berkenaan dengan persoalan apakah perilaku manusia ditentukan oleh pengalaman personalnya yang subjektif atau faktor-faktor eksternal yang objektif. Rogers, tokoh psikologi fenomenologi dan salah satu tokoh psikologi humanistik, menyatakan bahwa dunia batin atau dunia subjektif individu merupakan penyebab terbesar bagi terjadinya perilaku individu.
Freud dan Maslow berpegang pada anggapan dasar yang sama dengan Rogers bahwa perilaku manusia bersifat subjektif. Sedangkan Skinner menolak pandangan tentang pengalaman subjektif manusia. Dia lebih menitik beratkan pada tingkah laku yang dapat diamati dan diukur secara objektif.

7. Proaktif – reaktif

Pandangan proaktif-reaktif menjelaskan sumber penyebab perilaku manusia. Apakah perilaku manusia didorong oleh faktor-faktor internal atau faktor-faktor eksternal?
Freud dan Maslow merupakah teoris kepribadian yang menganggap bahwa perilaku manusia bersifat proaktif, yaitu lebih banyak digerakkan oleh faktor-faktor internalnya. Menurut Freud, perilaku manusia didorong oleh faktor internal yang sebagian besar berasal dari alam yang tidak disadari. Sedangkan menurut Maslow, perilaku manusia didorong oleh faktor-faktor internal yang disadari.
Skinner dan para behavioris memandang bahwa perilaku manusia bersifat reaktif. Menurut mereka perilaku manusia merupakan respon terhadap stimulus-stimulus yang datang dari lingkungan.

8. Homeostatis – heterostatis

Konsep homeostatis menjelaskan bahwa perilaku manusia terutama dimotivasi oleh upaya mengurangi atau menghilangkan ketegangan yang terjadi akibat ketidak seimbangan, misalnya lelah, lapar, ingin tahu, dst. Sedangkan konsep heterostatis menjelaskan bahwa perilaku manusia terutama dimotivasi oleh upaya menuju perkembangan dan aktualisasi diri.
Freud merupakan salah satu teoris kepribadian yang berpegang pada konsep homeostatis. Sedangkan Maslow berpegang pada konsep heterostatis. Sementara Skinner menolak kedua konsep motivasi tersebut. Bagi Skinner, perilaku manusia disebabkan oleh stimulus-stimulus yang datang dari luar dirinya dan bukan kerena motivasi.

9. Dapat diketahui – tidak dapat diketahui

Freud berpandangan bahwa manusia dapat diketahui sepenuhnya melalui metode ilmiah karena perilaku manusia berlangsung berdasarkan hukum-hukum alam. Sejalan dengan pandangan Freud, Skinner menyatakan bahwa melalui observasi-observasi yang sistematis dapat diperoleh pengetahuan yang memadai tentang manusia.
Maslow berpandangan lain dengan Freud dan Skinner. Menurut Maslow manusia tidak bisa diketahui sepenuhnya meskipun dengan uapaya-upaya ilmiah.

Klasifikasi Teori-teori Kepribadian

Dewasa ini telah banyak teori-teori kepribadian untuk memudahkan mempelajari para ahli telah mengklasifikasikan teori-teori tersebut ke dalam beberapa kelompok dengan menggunakan acuan tertentu yaitu paradigma/perspektif yang dipakai untuk mengembangkannya. Berdasarkan paradigma/perspektif yang dipergunakan dalam mengembankannya, teori kepribadian dibedakan menjadi 8 paradigma/perspektif. Kedelapan aspek dasar Kepribadian tersebut adalah:

1. Perspektif Psikoanalisis: tradisi klinis psikiatri

2. Perspektif Neo-analisis/Ego

3. Perspektif Biologis dari Kepribadian

4. Perspektif Behaviorisme dan Pembelajaran

5. Perspektif Kognitif dan Sosial-Kognitif

6. Perspektif Trait dan Keterampilan

7. Perspektif Eksistensialisme dan Humanisme

8. Perspektif Interaksi Individu-Pribadi
Adapula klasifikasi teori kepribadian yang didasarkan pada sejarah perkembangannya yang kemudian menjadi kekutan besar yang dijadikan orientasi dalam pengembangan teori-teori kepribadian. Boeree (2005 : 29) menyatakan bahwa ada 3 orientasi atau kekuatan besar dalam teori kepribadian, yaitu :

1. Psikoanalisis beserta aliran-aliran yang dikembangkan atas paradigma yang sama atau hampir sama, yang dipandang sebagai kekuatan pertama.

2. Behavioristik yang dipandang sebagai kekuatan kedua.

3. Humanistik, yang dinyatakan sebagai kekuatan ketiga.

BEBERAPA TEORI DALAM PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

I. PSIKODINAMIKA

Psikoanalisis Klasik (SIGMUD FREUD 1856-1939)
Struktur Kepribadian

Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (Conscious), pra sadar (Preconscious), dan tidak sadar (Unconscious). Alam sadar adalah apa yang anda sadari pada saat tertentu, penginderaan langsung, ingatan, persepsi, pemikiran, fantasy, perasaan yang anda miliki. Terkait erat dengan alam sadar ini adalah apa yang dinamakan Freud dengan alam pra sadar, yaitu apa yang kita sebut dengan saat ini dengan 'kenangan yang sudah tersedia' (available memory), yaitu segala sesuatu yang dengan mudah dapat di panggil ke alam sadar, kenangan-kenangan yang walakupun tidak anda ingat waktu berpikir, tapi dapat mudah dengan mudah dipanggil lagi. Adapun bagian terbesar adalah alam bawah sadar (Unconscious mind). Bagian ini mencakup segala sesuatu yang sangat sulit dibawa ke alam bawah sadar, seperti nafsu dan insting kita serta segala sesuatu yang masuk ke situ karena kita tidak mampu menjangkaunya, seperti kenangan atau emosi-emosi yang terkait dengan trauma.

Id (Is [Latin], atau es [Jerman]) Id adalah kepribadian yang dibawa sejak lahir. Dari Id ini akan muncul ego dan super-ego. Saat dilahirkan, Id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drive. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subyektifitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.

Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu : berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat energi yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan energi yang mendambakan kepuasan. pleasure principle diproses dengan du acara, tindak refleks (refllex actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejabkan mata-dipakai untuk menangani kepuasan rangsang sederhana dan biasanya dapat segera dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan/ mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau punting ibunya.

Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah, tidak tahu moral. Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang memberikan kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan ini lah yang kemudian membuat Id memunculkan ego.

The Ego (Das Ich [Jerman]), ego berkembang dari Id agar orang mampu menangani realitas; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan obyek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.

Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimulasi mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan Id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan perkembangan-mencapai-kesempurnaan dari superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan Id, karena itu ego yang tidak memiliki enerji sendiri untuk akan memperoleh enerji dari Id.
The Superego (Das Ueber Ich[Jerman]), adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistic (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai enerji sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang dijangkaunya tidak realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).

Prinsip idealistic mempunyai dua subprinsip, yakni conscience dan ego-ideal. Superego pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua menangani standart sosial, yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau ego idea, yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Proses pengembangan konsensia dan ego ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah menjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.

Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Paling tidak ada 3 fungsi dari superego; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistic, (2) memerintah impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standart nilai masyarakat, dan (3) mengejar kesempurnaan.

Perkembangan Kepribadian
Freud adalah teoritis pertama yang memusatkan perhatiannya kepada kepribadian, dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan awal-awal dalam pembetukan karakter seseorang. Freud yakin dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun, dan perkembangan kepribadian sesudah usia 5 tahun sebagian besar hanya merupakan elaborasi dari struktur dasar tadi. Tehnik psikoanalisis mengeksplorasi jiwa pasien antara lain dengan mengembalikan mereka ke pengalaman masa kanak-kanak.

Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantile (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantile yang paling menentukan dalam pembentukan kepribadian, terbagi dalam tiga fase, yakni fase oral, fase anal, fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh perkembangan seks, yang terkait dengan perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual infantile. Perkembangan insting seks berarti perubahan katektis seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat kepuasan seksual. Pemberian nama fase-fase perkembangan infantile sesuai dengan bagian tubuh-daerah arogan-yang menjadi kateksis seksual pada fase itu. Tahap perkembangan psikoseksual itu adalah :

Fase Oral berlangsung dari usia 0 sampai 18 bulan. Titik kenikmatan terletak pada mulut, dimana aktifitas yang paling utama adalah menghisap dan menggigit.
Tahap Anal yang berlangsung dari usia 18 bulan sampai 3-4 tahun. Titik kenikmatan di tahap ini adalah anus. Memegang dan melepaskan sesuatu adalah aktifitas yang paling dinikmati.
Tahap Phallic berlangsung antara usia 3 sampai 5, 6 atau 7 tahun. Titik kenikmatan di tahap ini adalah alat kelamin, sementara aktivitas paling nikmatnya adalah masturbasi.
Tahap Laten berlangsung dari usia 5, 6, atau 7 sampai usia pubertas ( sekitar 12 tahun ). Dalam tahap ini, Freud yakin bahwa rangsangan-rangsangan seksual ditekan sedemikian rupa demi proses belajar
Tahap Genital dimulai pada saat usia pubertas, ketika dorongan seksual sangat jelas terlihat pada diri remaja, khususnya yang tertuju pada kenikmatan hubungan seksual. Mastrubasi, seks, oral, homo seksual dan kecenderungan-kecenderungan seksual yang kita anggap biasa saat ini, tidak dianggap Freud sebagai seksualitas yang normal. Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.

Riwayat hidup Sigmund Freud
Sigmund Freud yang terkenal dengan Teori Psikoanalisis dilahirkan di Morovia, pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Gerald Corey dalam “Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy” menjelaskan bahwa Sigmund Freud adalah anak sulung dari keluarga Viena yang terdiri dari tiga laki-laki dan lima orang wanita. Dalam hidupnya ia ditempa oleh seorang ayah yang sangat otoriter dan dengan uang yang sangat terbatas, sehingga keluarganya terpaksa hidup berdesakan di sebuah aparterment yang sempit, namun demikian orang tuanya tetap berusaha untuk memberikan motivasi terhadap kapasitas intelektual yang tampak jelas dimiliki oleh anak-anaknya.
Sebahagian besar hidup Freud diabdikan untuk memformulasikan dan mengembangkan tentang teori psikoanalisisnya. Uniknya, saat ia sedang mengalami problema emosional yang sangat berat adalah saat kreativitasnya muncul. Pada umur paruh pertama empat puluhan ia banyak mengalami bermacam psikomatik, juga rasa nyeri akan datangnya maut dan fobi-fobi lain. Dengan mengeksplorasi makna mimpi-mimpinya sendiri ia mendapat pemahaman tentang dinamika perkembangan kepribadian seseorang.
Sigmund Freud dikenal juga sebagai tokoh yang kreatif dan produktif. Ia sering menghabiskan waktunya 18 jam sehari untuk menulis karya-karyanya, dan karya tersebut terkumpul sampai 24 jilid. Bahkan ia tetap produktif pada usia senja. Karena karya dan produktifitasnya itu, Freud dikenal bukan hanya sebagai pencetus psikoanalisis yang mencuatkan namanya sebagai intelektual, tapi juga telah meletakkan teknik baru untuk bisa memahami perilaku manusia. Hasil usahanya itu adalah sebuah teori kepribadian dan psikoterapi yang sangat komprehenshif dibandingkan dengan teori serupa yang pernah dikembangkan.
Psikoanalisa dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner di bidang psikologi yang dimulai dari satu metode penyembuhan penderita sakit mental, hingga menjelma menjadi sebuah konsepsi baru tentang manusia. Hipotesis pokok psikoanalisa menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebahagian besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar, sehingga Freud dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran manusia.
Lima karya Freud yang sangat terkenal dari beberapa karyanya adalah: (1) The Interpretation of dreams (1900), (2) The Psichopathology of Everiday Life (1901), (3) General Introductory Lectures on Psichoanalysis (1917), (4) New Introductory Lectures on Psichoanalysis (1933) dan (5) An Outline of Psichoanalysis (1940).
Dalam dunia pendidikan pada masa itu, Sigmund Freud belum seberapa populer. Menurut A. Supratika, nama Freud baru dikenal pertama kalinya dalam kalangan psikologi akademis pada tahun 1909, ketika ia diundang oleh G. Stanley Hall, seorang sarjana psikologi Amerika, untuk memberikan serangkaian kuliah di universitas Clark di Worcester, Massachusetts. Pengaruh Freud di lingkungan psikologi baru terasa sekitar tahun 1930-an. Akan tetapi Asosiasi Psikoanalisis Internasional sudah terbentuk tahun 1910, begitu juga dengan lembaga pendidikan psikoanalisis sudah didirikan di banyak negara.
Persepsi tentang sifat manusia
Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada masa enam tahun pertama dalam kehidupannya. Pandangan ini menunjukkan bahwa aliran teori Freud tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik. Namun demikian menurut Gerald Corey yang mengutip perkataan Kovel, bahwa dengan tertumpu pada dialektika antara sadar dan tidak sadar, determinisme yang telah dinyatakan pada aliran Freud luluh. Lebih jauh Kovel menyatakan bahwa jalan pikiran itu adalah ditentukan, tetapi tidak linier. Ajaran psikoanalisis menyatakan bahwa perilaku seseorang itu lebih rumit dari pada apa yang dibayangkan pada orang tersebut.
Di sini, Freud memberikan indikasi bahwa tantangan terbesar yang dihadapi manusia adalah bagaimana mengendalikan dorongan agresif itu. Bagi Sigmund Freud, rasa resah dan cemas seseorang itu ada hubungannya dengan kenyataan bahwa mereka tahu umat manusia itu akan punah.
Struktur Kepribadian
Dalam teori psikoanalitik, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari id, ego dan superego. Id adalah komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan libinal, dimana sistem kerjanya dengan prinsip kesenangan “pleasure principle”. Ego adalah bagian kepribadian yang bertugas sebagai pelaksana, dimana sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan berhubungan dengan dunia dalam untuk mengatur dorongan-dorongan id agar tidak melanggar nilai-nilai superego. Superego adalah bagian moral dari kepribadian manusia, karena ia merupakan filter dari sensor baik- buruk, salah- benar, boleh- tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan ego.
Gerald Corey menyatakan dalam perspektif aliran Freud ortodoks, manusia dilihat sebagai sistem energi, dimana dinamika kepribadian itu terdiri dari cara-cara untuk mendistribusikan energi psikis kepada id, ego dan super ego, tetapi energi tersebut terbatas, maka satu diantara tiga sistem itu memegang kontrol atas energi yang ada, dengan mengorbankan dua sistem lainnya, jadi kepribadian manusia itu sangat ditentukan oleh energi psikis yang menggerakkan.
Menurut Calvil S. Hall dan Lindzey, dalam psikodinamika masing-masing bagian dari kepribadian total mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja dinamika dan mekanisme tersendiri, namun semuanya berinteraksi begitu erat satu sama lainnya, sehingga tidak mungkin dipisahkan. Id bagian tertua dari aparatur mental dan merupakan komponen terpenting sepanjang hidup. Id dan instink-instink lainnya mencerminkan tujuan sejati kehidupan organisme individual. Jadi id merupakan pihak dominan dalam kemitraan struktur kepribadian manusia.
Menurut S. Hall dan Lindzey, dalam Sumadi Suryabarata, cara kerja masing-masing struktur dalam pembentukan kepribadian adalah: (1) apabila rasa id-nya menguasai sebahagian besar energi psikis itu, maka pribadinya akan bertindak primitif, implusif dan agresif dan ia akan mengubar impuls-impuls primitifnya, (2) apabila rasa ego-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya bertindak dengan cara-cara yang realistik, logis, dan rasional, dan (3) apabila rasa super ego-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya akan bertindak pada hal-hal yang bersifat moralitas, mengejar hal-hal yang sempurna yang kadang-kadang irrasional.
Jadi untuk lebih jelasnya sistem kerja ketiga struktur kepribadian manusia tersebut adalah:
Pertama, Id merupakan sistem kepribadian yang orisinil, dimana ketika manusia itu dilahirkan ia hanya memiliki Id saja, karena ia merupakan sumber utama dari energi psikis dan tempat timbulnya instink. Id tidak memiliki organisasi, buta, dan banyak tuntutan dengan selalu memaksakan kehendaknya. Seperti yang ditegaskan oleh A. Supratika, bahwa aktivitas Id dikendalikan oleh prinsip kenikmatan dan proses primer.
Kedua, Ego mengadakan kontak dengan dunia realitas yang ada di luar dirinya. Di sini ego berperan sebagai “eksekutif” yang memerintah, mengatur dan mengendalikan kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti “polisi lalulintas” yang selalu mengontrol jalannya id, super- ego dan dunia luar. Ia bertindak sebagai penengah antara instink dengan dunia di sekelilingnya. Ego ini muncul disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dari suatu organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar adalah kerja Id dan yang memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta melaksanakan itu adalah kerja ego.
Ketiga, superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai filter dari kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh-tidak dan sebagainya. Di sini superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang sesuai dengan norma-norma moral masyarakat.
Kesadaran dan ketidaksadaran
Pemahaman tentang kesadaran dan ketidaksadaran manusia merupakan salah satu sumbangan terbesar dari pemikiran Freud. Menurutnya, kunci untuk memahami perilaku dan problema kepribadian bermula dari hal tersebut. Ketidakasadaran itu tidak dapat dikaji langsung, karena perilaku yang muncul itu merupakan konsekuensi logisnya. Menurut Gerald Corey, bukti klinis untuk membenarkan alam ketidaksadaran manusia dapat dilihat dari hal-hal berikut, seperti: (1) mimpi; hal ini merupakan pantulan dari kebutuhan, keinginan dan konflik yang terjadi dalam diri, (2) salah ucap sesuatu; misalnya nama yang sudah dikenal sebelumnya, (3) sugesti pasca hipnotik, (4) materi yang berasal dari teknik asosiasi bebas, dan (5) materi yang berasal dari teknik proyeksi, serta isi simbolik dari simptom psikotik.
Sedangkan kesadaran itu merupakan suatu bagian terkecil atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Hal ini dapat diibaratkan seperti gunung es yang ada di bawah permukaan laut, dimana bongkahan es itu lebih besar di dalam ketimbang yang terlihat di permukaan. Demikianlah juga halnya dengan kepribadian manusia, semua pengalaman dan memori yang tertekan akan dihimpun dalam alam ketidaksadaran.
Kecemasan
Bagian yang tidak kalah penting dari teori Freud adalah tentang kecemasan. Gerald Corey mengartikan kecemasan itu adalah sebagai suatu keadaan tegang yang memaksa kita untuk berbuat sesuatu. Kecemasan ini menurutnya berkembang dari konflik antara sistem id, ego dan superego tentang sistem kontrol atas energi psikis yang ada. Fungsinya adalah mengingatkan adanya bahaya yang datang.
Sedangkan menurut Calvin S. Hall dan Lindzey, kecemasan itu ada tiga: kecemasan realita, neurotik dan moral. (1) kecemasan realita adalah rasa takut akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat kecemasan semacam itu sangat tergantung kepada ancaman nyata. (2) kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau instink akan keluar jalur dan menyebabkan sesorang berbuat sesuatu yang dapat mebuatnya terhukum, dan (3) kecemasan moral adalah rasa takut terhadap hati nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral.
Mekanisme pertahanan ego
Untuk menghadapi tekanan kecemasan yang berlebihan, sistem ego terpaksa mengambil tindakan ekstrim untuk menghilangkan tekanan itu. Tindakan yang demikian itu, disebut mekanisme pertahanan, sebab tujuannya adalah untuk mempertahankan ego terhadap tekanan kecemasan. Dalam teori Freud, bentuk-bentuk mekanisme pertahanan yang penting adalah: (1) represi; ini merupakan sarana pertahanan yang bisa mengusir pikiran serta perasaan yang menyakitkan dan mengancam keluar dari kesadaran, (2) memungkiri; ini adalah cara mengacaukan apa yang dipikirkan, dirasakan, atau dilihat seseorang dalam situasi traumatik, (3) pembentukan reaksi; ini adalah menukar suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan melawannya dalam kesadaran, (4) proyeksi; ini berarti memantulkan sesuatu yang sebenarnya terdapat dalam diri kita sendiri ke dunia luar, (5) penggeseran; merupakan suatu cara untuk menangani kecemasan dengan menyalurkan perasaan atau impuls dengan jalan menggeser dari objek yang mengancam ke “sasaran yang lebih aman”, (6) rasionalisasi; ini cara beberapa orang menciptakan alasan yang “masuk akal” untuk menjelaskan disingkirnya ego yang babak belur, (7) sublimasi; ini suatu cara untuk mengalihkan energi seksual kesaluran lain, yang secara sosial umumnya bisa diterima, bahkan ada yang dikagumi, (8) regresi; yaitu berbalik kembali kepada prilaku yang dulu pernah mereka alami, (9) introjeksi; yaitu mekanisme untuk mengundang serta “menelaah” sistem nilai atau standar orang lain, (10) identifikasi, (11) konpensasi, dan (12) ritual dan penghapusan.

Perkembangan kepribadian
Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.
Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun (dalam A.Supratika), yaitu: (1) tahap oral, (2) tahap anal: 1-3 tahun, (3) tahap palus: 3-6 tahun, (4) tahap laten: 6-12 tahun, (5) tahap genetal: 12-18 tahun, (6) tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja.
Aplikasi Teori Sigmund Freud Dalam Bimbingan

Apabila menyimak konsep kunci dari teori kepribadian Sigmund Freud, maka ada beberapa teorinya yang dapat aplikasikan dalam bimbingan, yaitu: Pertama, konsep kunci bahwa ”manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan”. Konsep ini dapat dikembangkan dalam proses bimbingan, dengan melihat hakikatnya manusia itu memiliki kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan dasar. Dengan demikian konselor dalam memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang dilakukan benar-benar efektif. Hal ini sesuai dengan fungsi bimbingan itu sendiri. Mortensen (dalam Yusuf Gunawan) membagi fungsi bimbingan kepada tiga yaitu: (1) memahami individu (understanding-individu), (2) preventif dan pengembangan individual, dan (3) membantu individu untuk menyempurnakannya.
Memahami individu. Seorang guru dan pembimbing dapat memberikan bantuan yang efektif jika mereka dapat memahami dan mengerti persoalan, sifat, kebutuhan, minat, dan kemampuan anak didiknya. Karena itu bimbingan yang efektif menuntut secara mutlak pemahaman diri anak secara keseluruhan. Karena tujuan bimbingan dan pendidikan dapat dicapai jika programnya didasarkan atas pemahaman diri anak didiknya. Sebaliknya bimbingan tidak dapat berfungsi efektif jika konselor kurang pengetahuan dan pengertian mengenai motif dan tingkah laku konseli, sehingga usaha preventif dan treatment tidak dapat berhasil baik.
Preventif dan pengembangan individual. Preventif dan pengembangan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Preventif berusaha mencegah kemorosotan perkembangan anak dan minimal dapat memelihara apa yang telah dicapai dalam perkembangan anak melalui pemberian pengaruh-pengaruh yang positif, memberikan bantuan untuk mengembangkan sikap dan pola perilaku yang dapat membantu setiap individu untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
Membantu individu untuk menyempurnakan. Setiap manusia pada saat tertentu membutuhkan pertolongan dalam menghadapi situasi lingkungannya. Pertolongan setiap individu tidak sama. Perbedaan umumnya lebih pada tingkatannya dari pada macamnya, jadi sangat tergantung apa yang menjadi kebutuhan dan potensi yang ia meliki.
Pertama, bimbingan dapat memberikan pertolongan pada anak untuk mengadakan pilihan yang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
Jadi dalam konsep yang lebih luas, dapat dikatakan bahwa teori Freud dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan proses bantuan kepada konseli, sehingga metode dan materi yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan individu.
Kedua, konsep kunci tentang “kecemasan” yang dimiliki manusia dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu individu supaya mengerti dirinya dan lingkungannya; mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana; mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya; mampu mengelola aktivitasnya sehari-hari dengan baik dan bijaksana; mampu memahami dan bertindak sesuai dengan norma agama, sosial dalam masyarakatnya.
Dengan demikian kecemasan yang dirasakan akibat ketidakmampuannya dapat diatasi dengan baik dan bijaksana. Karena menurut Freud setiap manusia akan selalu hidup dalam kecemasan, kecemasan karena manusia akan punah, kecemasan karena tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan dan banyak lagi kecemasan-kecemasan lain yang dialami manusia, jadi untuk itu maka bimbingan ini dapat merupakan wadah dalam rangka mengatasi kecemasan.
Ketiga, konsep psikolanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang mengkritik, namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral individual. Dalam sistem pembinaan karakter, agama menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak bisa datang sendiri, akan tetapi melalui proses interaksi yang panjang dari dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik.
Keempat, teori Freud tentang “tahapan perkembangan kepribadian individu” dapat digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan. Konsep ini memberi arti bahwa materi, metode dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian individu, karena pada setiap tahapan itu memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Oleh karena itu konselor yang melakukan bimbingan haruslah selalu melihat tahapan-tahapan perkembangan ini, bila ingin bimbingannya menjadi efektif.
Kelima, konsep Freud tentang “ketidaksadaran” dapat digunakan dalam proses bimbingan yang dilakukan pada individu dengan harapan dapat mengurangi impuls-impuls dorongan Id yang bersifat irrasional sehingga berubah menjadi rasional.

Psikologi Individual (ALFRED ADLER 1870-1937)
Struktur Kepribadian
Manusia adalah mahluk sosial. Bahwa manusia merupakan suatu keseluruhan yang tidak dapat terbagi-bagi, tampaknya sudah jelas bagi kita. Hal ini merupakan arti pertama dari ucapan "manusia adalah mahluk individual ". Mahluk individual berarti mahluk yang tidak dapat dibagi-bagi (in-dividere).
Aristoteles seakan-akan berpendapat bahwa manusia itu merupakan penjumlahan dari beberapa kemampuan tertentu yang masing-masing bekerja sendiri, seperti kemampuan vegetatif: makan, berkembang biak; kemampuan sensitif: bergerak mengamati-amati, bernafsu, dan berperasaan; berkemampuan intelektif: berkemampuan dan berkecerdasan.
Segi utama lainnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa manusia secara hakiki merupakan mahluk sosial. Sejak ia dilahirkan, ia membutuhkan pergaulan dengan orang-orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya, yaitu makan, minuman, dan lain-lain.
Manusia, selain mahluk individual yang sebenarnya tidak perlu lagi dibuktikan kebenarannya, sekaligus juga merupakan mahluk sosial. Hal ini pun sebenarnya tidak perlu dibuktikan. Disamping itu manusia merupakan mahluk yang bertuhanan. Hal terakhir juga tidak perlu dibuktikan lagi, sebab bagi manusia terutama Indonesia yang sudah dewasa dan sadar akan dirinya sudah jelas sulit menolak adanya kepercayaan terhadap Tuhan, sebagai segi hakiki dalam perikehidupan manusia dan segi khas bagi manusia pada umumnya.
Adler yakin bahwa individu memulai hidup dengan kelemahan fisik yang mengaktifkan perasaan interior, perasaan yang menggerakkan orang untuk bergerak atau berjuang menjadi superioritas atau menjadi sukses. Individu yang secara psikologis kurang sehat berjuang untuk menjadi pribadi superior, dan individu yang sehat termotivasi untuk mensukseskan umat manusia.

Pokok-Pokok Teori Adler
Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebetulan serta sifat-sifat pribadi manusia. Menurut Adler tiap orang adalah suatu kongfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang membawakan corak yang khas gaya kehidupannya yang bersifat individual.

Pandangan Teleologis: Finalisme Semu
Vaihinger mengemukakan, bahwa setiap manusia hidup dengan berbagai macam cita-cita atau pikiran yang semata-mata bersifat semu, yang tidak ada buktinya atau pasangannya yang realitas.

Dua Dorongan Pokok
Di dalam diri manusia terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatarbelakangi segala tingkah lakunya, yaitu :
Dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada masyarakat; dan
Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada aku sendiri.

Rasa Rendah Diri dan Kompensasi
Adler berpendapat, bahwa rasa rendah diri itu bukanlah suatu pertanda ketidak normalan; melainkan justru merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia. Tentu saja dapat juga rasa rendah diri itu berlebihan sehingga manifestasinya juga tidak normal, misalnya timbulnya kompleks rendah diri atau kompleks untuk superior. Tetapi dalam keadaan normal rasa rendah diri itu merupakan pendorong kearah kemajuan atau kesempurnaan (superior).

Dorongan Kemasyarakatan
Dorongan kemasyarakatan itu adalah dasar yang dibawa sejak lahir; pada dasarnya manusia adalh mahluk sosial. Namun sebagaimana lain-lain kemungkinan bawaan, kemungkinan mengabdi kepada masyarakat itu tidak nampak secara spontan, melainkan harus dibimbing atau dilatih.
Gambaran tentang manusia sempurna hidup dalam masyarakat sempurna menggantikan gambaran manusia kuat, agresif dan menguasai serta memeras masyarakat.
"Dorongan untuk berkuasa, memainkan peranan terpenting dalam perkembangan kepribadian" ( Adler, 1946, p. 145.)

Gaya Hidup
Gaya hidup ini adalah prinsip yang dipakai landasan untuk memahami tingkah laku seseorang; inilah yang melatarbelakangi sifat khas seseorang.
Gaya hidup seseorang itu telah terbentuk antara umur tiga sampai lima tahun, dan selanjutnya segala pengalaman dihadapi serta diasimilasikan sesuai dengan gaya hidup yang khas itu.

Diri yang Kreatif
Diri yang kreatifitas adalah penggerak utama, pegangan filsafat, sebab pertama bagi semua tingkah laku. Sukarnya menjelaskan soal ini ialah karena orang tidak dapat menyaksikan secara langsung akan tetapi hanya dapat menyaksikan lewat manifestasinya.

Mengatasi Inferioritas dan Menjadi Superioritas:

Dorongan Maju.
Bagi Adler, kehidupan manusia dimotivasi oleh atau dorongan utama-dorongan untuk mengatasi perasaan inferior dan menjadi superior. Jadi tingkah laku ditentukan utamanya oleh pandangan mengenai masa depan, tujuan, dan harapan kita. Didorong oleh perasaan inferior, dan ditarik keinginan menjadi superior, maka orang mencoba untuk hidup sesempurna mungkin.

Inferiorta bagi Adler berarti perasaan lemah dan tidak terampil dalam menghadapi tugas yang harus diselesaikan. Bukan rendah diri terhadap orang lain dalam pengertian yang umum, walakupun ada unsur membandingkan kemampuan khusus diri dengan kemampuan orang lain yang lebih matang dan berpengalaman. Superiorita, pengertiannya mirip dengan trandensi sebagai awal realisasi diri dari Jung, atau aktualisasi dari Horney dan Maslow. Superiorita bukan lebih baik dibanding orang lain atau mengalahkan orang lain, tetapi berjuang menuju superiorita berarti terus menerus berusaha menjadi lebih baik-menjadi semakin dekat dengan tujuan final.

Perasaan inferioritas ada pada semua orang, karena manusia mulai hidup sebagai mahluk kecil dan lemah. Sepanjang hidup, perasaan iri terus muncul ketika orang menghadapi tugas baru dan belum dikenal yang harus diselesaikan.

Banyak orang yang berjuang menjadi superioritas dengan tidak memperhatikan orang lain. Tujuannya bersifat pribadi, dan perjuangannya dimotivasi oleh perasaan diri inferior yang berlebihan. Pembunuh, pencuri, pemain porno adalah contoh ekstrim yang berjuang hanya untuk mencapai keuntungan pribadi. Namun pada umumnya perbuatan atau perjuangan menjadi superior sukar dibedakan, mana yang motivasinya untuk keuntungan pribadi dan mana yang motivasinya minat sosial. Orang yang secara psikologi sehat, mampu meninggalkan perjuangan menguntungkan diri sendiri menjadi perjuangan yang termotivasi oleh minat sosial, perjuangan untuk menyukseskan nilai-nilai kemanusiaan. Orang ini membantu orang lain tanpa mengharap imbalan, melihat orang lain bukan sebagai saingannya akan tetapi sebagai rekan yang siap bekerjasama demi kepentingan sosial.

Kesatuan (Unity) Kepribadian
Adler memilih psikologi individu (individual psychology) dengan harapan dapat menekankan keyakinannya bahwa setiap manusia itu unik dan tidak dapat dipecah-pecahkan. Psikologi individual menekankan pentingnya unitas kepribadian. Pikiran, perasaan, dan kegiatan semuanya diarahkan kesatu tujuan tunggal dan mengejar satu tujuan.

Gaya Hidup
Adler juga dipengaruhi oleh Jan Smuts, filosofi dan negarawan Afrika Selatan. Menurut Smuts, kalaku ingin memahami orang lain, kita harus memahami dia dalam kesatuan yang utuh, bukan dalam bentuk yang terpisah-pisah, dan yang lebih penting lagi, kita harus memahaminya sesuai dengan konteks keadaan yang melatari orang tersebut, baik fisik maupun sosial.

Kepentingan Sosial
Adler menganggap kepekaan sosial ini bukan sekedar bawaan sejak lahir dan bukan pula diperoleh hanya dengan cara dipelajari, melainkan gabungan keduanya. Kepekaan sosial didasarkan pada sifat-sifat bawaan dan dikembangkan lebih lanjut agar tetap bertahan.
Di lain pihak, bagi Adler, tidak ada kesadaran sosial adalah sakit jiwa yang sesungguhnya. Segala bentuk sakit jiwa-neurotik, psikotik, tindak kriminal, narkoba, kenakalan remaja, bunuh diri, kemiskinan, prostitusi, dan lain-lain sebagainya- adalah penyakit-penyakit yang lahir akibat tidak adanya kesadaran sosial. Tujuan orang-orang yang mengidap penyakit ini adalah superioritas personal, keberhasilan dan kemenangan hanya berarti untuk mereka sendiri.

Psikologi Analitis
Pendahuluan
Psikologi analitis merupakan aliran psikologi dinamis yang dikembangkan oleh Carl Gustav Jung (1975 – 1959). Sama halnya dengan Adler, Jung semula juga merupakan sahabat Freud dan termasuk tokoh terkemuka dalam organisasai psikoanalisis. Dan kerana perbedaan pendapat pula keduanya lalu berpisah. Jung kemudian mengembangkan aliran psikologi yang dia beri nama Psikologi Analistis.

Pokok-pokok Teori Carl Gustav Jung
a. Struktur kepribadian
Kepribadian atau psyche (istilah yang dipakai Jung untuk kepribadian) tersusun dari sejumlah sistem yang beroperasi dalam tiga tingkat kesadaran : ogo beroperasi pada tingkat sadar, kompleks beroperasi pada tingkat tak sadar pribadi, dan arsetip beroperasi pada tingkat tak sadar kolektif.

Disamping sistem-sistem yang terkait dengan daerah operasinya masing-masing, terdapat sikap jiwa (introvert dan ekstravert) dan fungsi jiwa (pikiran, perasaan, pengidraan, dan intuisi).

1) Sikap jiwa, adalah arah enerji psikis (libido) yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya.

Sikap jiwa dibedakan menjadi :

a) Sikap ekstrovert
_ libido mengalir keluar
_ minatnya terhadap situasi sosial kuat
_ suka bergaul, ramah, dan cepat menyesuaikan diri
_ dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain meskipun ada masalah.

b) Sikap introvert
_ libido mengalir ke dalam, terpusat pada faktor-faktor subjektif

_ cenderung menarik diri dari lingkungan
_ lemah dalam penyesuaian sosial
_ lebih menyukai kegiatan dalam rumah

2) Fungsi jiwa, adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teoritis tetap meskipun lingkungannya berbeda-beda.

Fungsi jiwa dibedakan menjadi dua :

a) Fungsi jiwa rasional, adalah fungsi jiwa yang bekerja dengan penilaian dan terdiri dari :
• pikiran : menilai benar atau salah
• perasaan : menilai menyenangkan atau tak menyenangkan

b) Fungsi jiwa yang irasional, bekerja tanpa penilaian dan terdiri dari :
• pengideraan : sadar indrawi
• intuisi : tak sadar naluriah

Menurut Jung pada dasarnya setiap individu memiliki keempat fungsi jiwa tersebut, tetapi biasanya hanya salah satu fungsi saja yang berkembang atau dominan. Fungsi jiwa yang berkembang paling meonjol tersebut merupakan fungsi superior dan menentukan tipe individu yang bersangkutan.

b Dinamika kepribadian

Jung menyatakan bahwa kepribadian atau psyche bersifat dinamis dengan gerak yang terus-menerus. Dinamika psyche tersebut disebabkan oleh enerji psikis yang oleh Jung disebut libido. Dalam dinamika psyche terdapat prinsip-prinsip sebagai berikut(Alwisol, 2005 : 65).

1) Prinsip oposisi
Berbagai sistem, sikap, dan fungsi kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara, yaitu : saling bertentangan(oppose), saling mendukung (compensate), dan bergabung mejadi kesatuan (synthese).

Menurut Jung, prinsip oposisi paling sering terjadi karena kepribadian berisi berbagai kecenderungan konflik. Oposisi juga terjadi antar tipe kepribadian, ekstraversi lawan introversi, pikiran lawan perasaa, dan penginderaan lawan intuisi.

2) Prinsip kompensasi
Prinsip ini berfungsi untuk menjada agar kepribadian tidak mengalami gangguan. Misalnya bila sikap sadar mengalami frus-trasi, sikap tak sadar akan mengambil alih. Ketika individu tidak dapat mencapai apa yang dipilihnya, dalam tidur sikap tak sadar mengambil alih dan muncullah ekpresi mimpi.

3) Prinsip penggabungan

Menurut Jung, kepribadian terus-menerus berusaha menyatukan pertentangan-pertentangan yang ada agar tercapai kepribadian yang seimbang dan integral.
Carl Gustav Jung menyatakan bahwa manusia selalu maju atau mengejar kemajuan, dari taraf perkembangan yang kurang sempurna ke taraf yang lebih sempurna. Manusia juga selalu berusaha mencapai taraf diferensiasi yang lebih tinggi.

1) Tujuan perkembangan : aktualisasi diri
Menurut Jung, tujuan perkembangan kepribadian adalah aktuali-sasi diri, yaitu diferensiasi sempurna dan saling hubungan yang selaras antara seluruh aspek kepribadian.

2) Jalan perkembangan : progresi dan regresi
Dalam prose perkembangan kepribadian dapat terjadi gerak maju (progresi) atau gerak mundur (regresi). Progresi adalah terjadinya penyesuaian diri secara memuaskan oleh aku sadar baik terhadap tuntutan dunia luar mapun kebutuhan-kebutuhan alam tak sadar.
Apabila progesi terganggu oleh sesuatu sehingga libido terhalangi untuk digunakan secara progresi maka libido membuat regresi, kembali ke fase yang telah dilewati atau masuk ke alam tak sadar.

3) Proses individuasi
Untuk mencapai kepribadian yang sehat dan terintegrasi secara kuat maka setiap aspek kepribadian harus mencapai taraf diferensiasi dan perkembangan yang optimal. Proses untuk sampai ke arah tersebut oleh Jung dinamakan proses individuasi atau proses penemuan diri.


II. PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK
(Burrhus Frederic Skinner 1904-1990)
Struktur kepribadian

Menurut Skinner, penyelidikan mengenai kepribadian hanya sah jika memenuhi beberapa kriteria ilmiah. Umpamanya, ia tidak akan menerima gagasan bahwa kepribadian (personality) atau diri (self) yang membimbing atau mengarahkan perilaku.
Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya.

Selanjutnya, Skinner menguraikan sejumlah tehnik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Kemudian banyak diantaranya dipelajari oleh social-learning theoritists yang tertarik dalam modeling dan modifikasi perilaku. Tehnik tersebut adalah sebagai berikut (Wulansari & Sujatno, 1997).

Pengekangan Fisik ( physical restraints )
Bantuan Fisik ( physical aids)
Mengubah Kondisi Stimulus (changing the stimulus conditions)
Manipulasi Kondisi Emosional (manipulating emotional conditions)
Melakukan Respons-respons Lain (performing alternative responses)
Menguatkan Diri Secara Positif (positive self-reinforcement).
Menghukum Diri Sendiri ( self punishment).

Selanjutnya Skinner membedakan perilaku atas :
Perilaku yang alami (innate behavior), atau yang biasa disebut respondent behavior. Yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas.
Perilaku Operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak jelas atau tidak diketahui, tetapi semata-mata ditimbulkan organisme itu sendiri.

Bagi Skinner, faktor motivational dalam tingkah laku bukan bagian elemen struktural. Dalam situasi yang sama tingkah laku seseorang bisa berbeda-beda kekuatan dan keseringan munculnya. Konsep motivasi yang menjelaskan variabilitas tingkah laku dalam situasi yang konstan bukan fungsi dari keadaan energi, tujuan, dan jenis penyebab sebagainya. Konsep itu secara sederhana dijelaskan melalui hubungan sekelompok respon dengan sekelompok kejadian. Penjelasan mengenai motivasi ini juga berlaku untuk emosi.

Dinamika Kepribadian

Kepribadian dan Belajar

Hakikat teori skinner adalah teori belajar, bagaimana individu menjadi memiliki tingkah laku baru, menjadi lebih terampil, menjadi lebih tahu. Dia yakin bahwa kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan tingkah laku dalam hubungannya yang terus menerus dengan lingkungannya. Cara yang paling efektif untuk mengubah dawn mengontrol tingkah laku adalah dengan melakukan penguatan (reinforment), suatu strategi kegiatan yang membuat tingkah laku tertentu berpeluang untuk terjadi atau sebaliknya (berpeluang tidak terjadi) pada masa yang akan datang. Konsep dasarnya sangat sederhana yakni semua tingkah laku dapat dikontrol.

Tingkah laku Kontrol Diri
Prinsip dasar pendekatan skinner adalah : Tingkah laku disebabkan dan dipengaruhi oleh variabel eksternal. Tidak ada dalam diri manusia, tidak ada bentuk kegiatan eksternal, yang mempengaruhi tingkah laku. Pengertian kontrol diri ini bukan mengontrol kekuatan di dalam "self", tetapi bagaimana self mengontrol variabel-variabel luar yang menentukan tingkah laku.

Stimulan Aversif
Stimulasi aversif adalah lawan dari stimulant penguatan, sesuatu yang tidak menyenangkan atau bahkan menyakitkan.
"Perilaku yang diikuti oleh stimulant aversif akan memperkecil kemungkinan diulanginya perilaku tersebut pada masa-masa selanjutnya."

Definisi ini sekaligus menggambarkan bentuk pengkondisian yang dikenal dengan hukuman.
Kondisioning Klasik (Classical Conditioning)
Kondisioning klasik, disebut juga kondisioning responden karena tingkah laku dipelajari dengan memanfaatkan hubungan stimulus-respon yang bersifat refleksbawaan.
Kondisioning Operan (Operant Conditioning)
Reinforser tidak diasosiasikan dengan stimulus yang dikondisikan, tetapi diasosiasikan dengan respon karena respon itu sendiri beroperasi memberi reinsforment. Skinner menyebut respon itu sebagai tingkah laku operan (operant behavior).

Tingkah laku responden adalah tingkah laku otomatis atau refleks, yang dalam kondisioning klasik respon diusahakan dapat dimunculkan dalam situasi yang lain dengan situasi aslinya. Tingkah laku operan mungkin belum pernah dimiliki individu, tetapi ketika orang melakukannya dia mendapat hadiah. Respon operan itu mendapat reinforcement, sehingga berpeluang untuk lebih sering terjadi. Kondisioning operan tidak tergantung pada tingkah laku otomatis atau refleks, sehingga jauh lebih fleksibel dibanding kondisioning klasik.

B. F. Skinner dengan pandangannya yang radikal, banyak salah dimengerti dan mendapat kritik yang tidak proporsional. Betapapun orang harus mengakui bahwa teori Behaviorisme paling berhasil dalam mendorong penelitian dibidang psikologi dengan pendekatan teoritik lainnya.

Berikut lima kritik terpenting terhadap B. F. Skinner :
1. teori skinner tidak menghargai harkat manusia. Manusia bukan mesin otomat yang diatur lingkungan semata. Manusia bukan robot, tetapi organisme yang memiliki kesadaran untuk bertingkah laku dengan bebas dan spontan.

2. gabungan pendekatan nomoterik dan idiografik dalam penelitian dan pengembangan teori banyak menimbulkan masalah metodologis.

3. pendekatan skinner dalam terapi tingkah laku secara umum dikritik hanya mengobati symptom dan mengabaikan penyebab internal mental dawn fisiologik.

4. generalisasi dari tingkah laku merpati mematok makanan menjadi tingkah laku manusia yang sangat kompleks, terlalu luas/ jauh.
Behaviorisme merupakan sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan
oleh J.B. Watson. Sama halnya dengan psikoanalisis, behaviorisme juga
merupakan aliran yang revolusioner, kuat dan berpengaruh serta memiliki
akar sejarah yang cukup dalam. Selain Watson ada beberapa orang yang
dipandang sebagai tokoh behaviorsime, diantaranya adalah Ivan Pavlov, E.L.
Thorndika, B.F. Skinner, dll. Namun demikian bila orang berbicara
kepribadian atas dasar orientasi behevioristik maka nama yang senantiasa
disebut adalah Skinner mengingat dia adalah tokoh behaviorisme yang paling
produktif dalam mengemukakan gagasan dan penelitian, paling
bewrpengaruh, serta paling berani dan tegas dalam menjawab tantangan dan
kritik-kritik atas behaviorisme (Koeswara, 2001 : 69).
Paradigma yang dipakai untuk membangun teori behavioristik adalah
bahwa tingkah laku manusia itu fungsi stimulus, artinya determinan tingkah
laku tidak berada di dalam diri manusia tetapi bearada di lingkungan (Alwisol,
2005 : 7). Pavlov, Skinner, dan Watson dalam berbagai eksperimen
mencoba menunjukkan betapa besarnya pengaruh lingkungan terhadap
tingkah laku. Semua tingkah laku termasuk tingkah laku yang tidak
dikehendaki, menurut mereka, diperoleh melalui belajar dari lingkungan.

Catatan tentang Psikologi Kepribadian Skinner :

1. Asumsi yang Dipakai Skinner
Skinner menjelaskan perilaku manusia dengan tiga asumsi dasar, di
mana asumsi pertama dan kedua pada padasarnya menjadi asumsi
psikologi pada umumnya, bahkan juga merupakan asumsi semua
pendekatan ilmiah (Alwisol, 2005 : 400).

Ketiga asumsi tersebut adalah :

a. Tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu (behavior is lawful).
Ilmu adalah usaha untuk menbemukan keteraturan, menunjukkan
bahwa peristiwa tertentu berhubungan secara teratur dengan
peristiwa lain.

b. Tingkah laku dapat diramalkan (behavior can be predicted).
Ilmu bukan hanya menjelaskan tetapi juga meramalkan. Bukan
hanya menangani peristiwa masa lalu tetapi juga masa yang akan
dating. Teori yang berdaya guna adalah yang memungkinkan
dilakukannya prediksi mengenai tingkah laku yang akan dating dan
menguji prediksi itu.

c. Tingkah laku dapat decontrol (behavior can be controlled).
Ilmu dapat melakukan antisipasi dan menentukan / membentuk
tingkah laku seseorang .

2. Pokok-pokok Pandangan Skinner
a. Struktur kepribadian
Skinner tidak tertarik dengan variable structural dari kepribadian.
Mnurutnya, mungkin dapat diperoleh illusi yang menjelaskan dan
memprediksi tingkah laku berdasarkan faktor-faktor yang tetap dalam
kepribadian, tetapi tingkah laku hanya dapat diubah dan dikendalikan
dengan mengubah lingkungan. Sedangkankan unsur kepribadian yang
dipandangnya relatif tetap adalah tingkah laku itu sendiri.

Menurut Skinner ada dua klasifikasi tingkah laku yaitu :

1) Tingkah laku responden (respondent behavior), adalah respon
yang dihasilkan (elicited) organisme untuk menjawab stimulus
yang secara spesifik berhubungan dengan respon itu.

2) Tingkah laku operan (operant behavior), adalah respon yang
dimunculkan (emittes) organisme tanpa adanya stimulus spesifik
yang langsung memaksa terjadinya respon itu.

Bagi Skinner, faktor motivasional dalam tingkah laku bukan elemen
struktural. Dalam situasi yang sama tingkah laku seseorang bisa
berbeda-beda kekuatan dan keringan munculnya. Dan itu bukan karena
kekuatan dari dalam diri individu atau motivasi. Menurut Skinner variasi
kekuatan tingkah laku tersebut disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

b. Dinamika kepribadia
Kepedulian utama Skinner berkenaan dengan kepribadian adalah
mengenai perubahan tingkah laku. Hakikat toeri Skinner adalah
teori belajar, bagaimana individu memiliki tingkah laku baru,
menjadi lebih terampil, menjadi lebih tahu dan mampu, dst.


III. PSIKOLOGI HUMANISTIK

Pendahuluan

Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).

Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Manusia, menurut eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world), dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya.

Pokok-pokok Teori Abraham Maslow

Oleh karena eksistensialisme menekankan pada anggapan bahwa manusia memiliki kebebasan dan bertanggung jawab bagi tindakan-tindakannya, maka pandanganpandangan eksistensialisme menarik bagi para ahli psikologi humanistik dan selanjutnya dijadikan landasan teori psikologi humanistik. Adapun pokok-pokok teori psikologi humanistik yang dikembangkan oleh Maslow adalah sebagai berikut (Koeswara, 19991 :.112-118 dan Alwisol 2005 : 252-270)

1. Prinsip holistik

Menurut Maslow, holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkah laku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian atau komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah tetapi bagian dari suatu kesatuan, dan apa yang terjadi pada bagian yang satu akan mempengaruhi bagian yang lain. Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting adalah:

a. Kepribadian normal ditandai dengan unitas, integrasi, konsistensi, dan koherensi. Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasai adalah keadaan patologis (sakit).

b. Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi.

c. Organisme memiliki suatu dorongan yang berkuasa, yaitu aktualisasi diri.

d. Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi organisme jika bisa terkuak di lingkungan yang tepat akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.

e. Penelitian yang komprehensif terhadap satu orang lebih berguna dari pada penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolasi.

2. Individu adalah penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang sadar, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.

3. Manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya (becoming).

Namun demikian perubahan tersebut membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung.

4. Individu sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi.

5. Manusia pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat atau merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.

6. Manusia memiliki potensi kreatif yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi orang yang memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.

7. Self-fulfillment merupakan tema utama dalam hidup manusia.

8. Manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki dibedakan menjadi sebagai berikut (Boeree, 2004)

(1) kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)

(2) kebutuhan akan rasa aman (the safety and security needs)

(3) kebutuhan akan cinta dan memiliki (the love and belonging needs)

(4) kebutuhan akan harga diri (the esteem needs)

(5) kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)


Teori Carl Rogers

Pendahuluan

Tokoh psikologi humanistik selain Abraham Maslow, adalah Carl Rogers. Rogers (1902-1987) menjadi terkenal berkat metoda terapi yang dikembangkannya, yaitu terapi yang berpusat pada klien (client-centered therapy). Tekniknya tersebar luas di kalangan pendidikan, bimbingan, dan pekerja sosial. Rogers sangat kuat memegang asumsinya bahwa manusia itu bebas, rasional, utuh, mudah berubah, subjektif, proaktif, heterostatis, dan sukar dipahami (Alwisol, 2005 : 333).

Pokok-pokok Teori Carl Rogers

a. Struktur kepribadian

Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian. Namun demikian ada tiga komponen yang dibahas bila bicara tentang struktur kepribadian menurut Rogers, yaitu : organisme, medan fenomena, dan self.

1) Organime, mencakup :

a) Makhluk hidup

Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadar setiap saat.

b) Realitas subjektif

Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya. Realita adalah medan persepsi yang sifatnya subjektif, bukan benar-salah.

c) Holisme

Organisme adalah kesatuan sistem, sehingga perubahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.

2) Medan fenomena

Rogers mengartikan medan fenomena sebagai keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Medan fenomena merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya.

3) Self

Self merupakan konsep pokok dari teori kepribadian Rogers, yang intinya adalah :

a) terbentuk melalui medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu;.

b) bersifat integral dan konsisten;

c) menganggap pengalaman yang tak sesuai dengan struktur self sebagai ancaman;

d) dapat berubah karena kematangan dan belajar.

b. Dinamika kepribadian

Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan makin tersosialisasikan. Rogers menyatakan bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana medan itu dipersepsikan (Hall dan Lindzey, 1995 :136-137).

Rogers menegaskan bahwa secara alami kecenderungan aktualisasi akan menunjukkan diri melalui rentangan luas tingkah laku, yaitu :

1) Tingkah laku yang berakar pada proses fisiologis, termasuk kebutuhan dasar (makana, minuman, dan udara), kebutuhan mengembangkan dan memerinci fungsi tubuh serta generasi.

2) Tingkah laku yang berkaitan dengan motivasi psikologis untuk menjadi diri sendiri.

3) Tingkah laku yang tidak meredakan ketegangan tetapi justru meningkatkan tegangan, yaitu tingkah laku yang motivasinya untuk berkembang dan menjadi lebih baik.

c. Perkembangan Kepribadian

Rogers tidak membahas teori pertumbuhan dan perkembangan, namun dia yakin adanya kekuatan tumbuh pada semua orang yang secara alami mendorong proses organisme menjadi semakin kompleks, otonom, sosial, dan secara keseluruhan semakin aktualisasi diri. Rogers menyatakan bahwa self berkembang secar utuh-keseluruhan, menyentuh semua bagian-bagian. Berkembangnya self diikuti oleh kebutuhan penerimaan positif, dan penyaringan tingkah laku yang disadari agar tetap sesuai dengan struktur self sehingga dirinya berkembang menjadi pribadi yang berfungsi utuh.

Pribadi yang berfungsi utuh menurut Rogers adalah individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merealisasi potensinya, dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan seluruh rentang pengalamannya. Rogers menggambarkan 5 ciri kepribadian yang berfungsi sepenuhnya sebagai berikut :

1) terbuka untuk mengalami (openess to experience);

2) hidup menjadi (existential living);

3) keyakinan organismik (organismic trusting);

4) pengalaman kebebasan (experiental freedom);

5) kreativitas (creativity)
Dari sebagian besar teori kepribadian diatas, dapat kita ambil kesamaan sebagai berikut (E. Koswara):
1. Sebagian besar batasan melukiskan kerpibadian sebagai suatu struktur atau organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan kata lain kepribadian dipandang sebagai “organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku kita.
2. Sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaan-perbedaan individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu ternyatakan. Dan melalui study tentang kepribadian, sifat-sifat atau kumpulan sifat individu yang membedakannya dengan individu lain diharapkan dapat menjadi jelas atau dapat dipahami. Para teoris kepribadian memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik dan atau khas pada diri setiap orang.
3. Sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut “sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian, menurut teoris kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individu atas pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup faktor-faktor genetik atau biologis, pengalaman-pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau dengan kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan dan lingkungan.

Soal UTS:
1. Soal Introspeksi:
Sebagai seorang hamba TUHAN, kadang kita dituntut untuk memberi penilaian kepada jemaat (orang lain), sementara kita lupa bahwa kita perlu juga untuk introspeksi diri. Beri saya jawaban selengkap mungkin tentang jenis-jenis Mekanisme Pertahanan Diri yang ada, lalu selama 1 minggu kedepan renungkan 3 jenis Mekanisme Pertahanan Diri yang paling sering saudara lakukan tanpa sadar (boleh dengan bantuan teman untuk mengetahuinya). Menurut saudara, mengapa anda sering melakukannya? Mekanisme Pembelaan Diri buatan yang mana yang saudara akan pilih (dengan sadar) untuk menggantikannya (Frank Minirth,M.D, Mengejar Kebahagiaan: 85-87).

Soal UAS:
1. Soal Planning :
Tugas saudara adalah mempelajari lebih dalam mengenai Perspektif Humanisme, kemudian selama seminggu silahkan saudara berimajinasi, jika nanti saudara diberi kepercayaan TUHAN untuk mengelola/menggembalakan/menjadi konselor jemaat, atau saudara mendirikan ParaChurch (organisasi diluar gereja yang mendukung Gereja). Setelah anda mempelajari Psikologi Kepribadian Perspektif Humanisme (Howard S Friedman,Kepribadian jilid 1, Penerbit Erlangga hal 333-365; Alwisol, Psikologi Kepribadian, UMM Press hal 237-260) maka hal-hal apa dalam teori diatas yang saudara rasa baik untuk diterapkan di jemaat secara individu maupun kelompok, atau pada ParaChurch yang anda kelola?
Kemudian saudara membuat Planning tentunya, beri saya gambaran langkah demi langkah planning yang akan saudara susun, agar hal-hal yang ingin saudara terapkan tersebut dapat berjalan sesuai harapan saudara tentunya.

2. Soal Planning :
Tugas saudara adalah mempelajari lebih dalam mengenai Perspektif Kognitif, kemudian selama seminggu silahkan saudara berimajinasi, jika nanti saudara diberi kepercayaan TUHAN untuk mengelola/menggembalakan/menjadi konselor jemaat, atau saudara mendirikan ParaChurch (organisasi diluar gereja yang mendukung Gereja). Setelah saudara mempelajari Psikologi Kepribadian Paradikma Kognitif Carl Rogers dan Albert Bandura (Alwisol, Psikologi Kepribadian, UMM Press hal 317-357) maka hal-hal apa dalam teori diatas yang saudara rasa baik untuk diterapkan di jemaat secara individu maupun kelompok, atau pada ParaChurch yang anda kelola?
Kemudian saudara membuat Planning tentunya, beri saya gambaran langkah demi langkah planning yang akan saudara susun, agar hal-hal yang ingin saudara terapkan tersebut dapat berjalan sesuai harapan saudara tentunya.

Tidak ada komentar: